OPINI

Poros Partai Islam: Siapa Untung Siapa Buntung?

Ketiga, umat Islam selama ini selalu harus menerima calon presiden yang digadang-gadang oleh Partai-partai non Islam dengan iming-iming wakil presiden dan beberapa kursi kementrian, tetapi nyatanya ketika hal itu terjadi, peran Parpol Islam tidak kuat mempengaruhi kebijakan negara atau eksekutif. Banyak pejabat yang menjadi perpanjangan tangan dari Parpol Islam seperti tidak punya prinsip yang harus diperjuangakan atas nama konstituennya yang berasal dari umat Islam. Seringkali Parpol Islam hanya menjadi stempel legitimasi kebijakan dan tidak berdaya untuk mengkritisinya.

Oleh sebab itu, Parpol Islam harus berani mengajukan calon presiden tunggal dari kemungkinan terbentuknya nanti “New Poros Tengah”, walaupun secara statistik kuantitas suara dukugan basis partainya tidak sebanyak partai -partai non-Islam, tetapi pengajuan calon presiden biasanya tidak ekuivalen dengan suara basis partai. Artinya jika koalisi “New Poros Tengah” nanti dapat mencari figur capres dari latar belakang keummatan dan punya modal (Popularitas, Akseptabilitas, Elektabilitas dan Pendanaan) yang cukup untuk dapat menang, maka mayoritas rakyat pada akhirnya akan memilih. Oleh sebab itu, dinamika untuk mencari calon presiden tunggal dari Parpol Islam merupakan tantangan tersendiri, karena usaha ini pernah dilakukan sebelumnya tetapi selalu gagal karena berbagai faktor.

Tentunya, ketiga point diatas hanya sebagian indikator yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh pengagas “New Poros Tengah”, masih banyak indikator lain yang perlu dilakukan untuk mendapatkan kepercayaan dari umat Islam seperti usaha untuk membebaskan Habib Rizieq, silaturrahim ke kelompok-kelompok umat Islam dengan agenda dan program yang jelas (bukan hanya pencitraan), mengatasi isu-isu Islamofobia dan tuduhan radikal kepada umat Islam serta aksi-aksi nyata lain yang dapat menunjukkan orisinilitas dari niat “New Poros Tengah” ini.

Yang perlu juga harus kita pahami, bahwa keinginan bersatu pada tataran politik harus juga diikuti dengan keinginan bersatu dalam tataran civil society, karena basis politik lebih banyak berkutat pada isu-isu elitis dan kekuasaan sedangkan basis civil society adalah bagaimana mengubah mental dan budaya umat Islam yang sudah sejak lama “dimiskinkan” baik dari segi ekonomi maupun keilmuan/pendidikan.

Pembinaan pada level civil society selama ini dilakukan secara sukarela dan gotong royong oleh ormas-ormas Islam tanpa dukungan dari para partai politik Islam secara signifikan baik materi maupun advokasi kebijakan dalam bentuk undang-undang/peraturan yang menguntungkan kerja-kerja ormas Islam. Malahan kerapkali para Partai Islam hanya mengambil manfaat dari kerja-kerja pembinaan civil society yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam.

Oleh sebab itu, niat “New Poros Tengah” harus juga berkoordinasi dan sinkronisasi dengan para pelaku di lapangan dalam hal ini ormas-ormas Islam. Harus dicari titik temu dan pembagian tugas bagaimana melakukan kolaborasi antara tataran politik dan tataran civil society sehingga “New Poros Tengah” menjadi kenyataan. Wallahu’alam Bishawwab.

Taufik Hidayat
Ketua Bidang Polhukam Dewan Da’wah

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button