OPINI

Prolegnas Prioritas RUU 2021: Antara Harapan dan Ancaman bagi Kepentingan Umat Islam

Dalam beberapa saat lagi (26/11/2020), DPR akan segera mengetuk daftar Rancangan Undang Undang yang akan dibahas dalam masa persidangan tahun 2021. Sekitar 38 RUU yang diusulkan untuk masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas baik yang datang dari usulan DPR sendiri, Pemerintah maupun DPD.

Mencermati dari daftar usulan yang disampaikan, maka umat Islam punya harapan sekaligus merasa terancam dengan daftar usulan tersebut jika memang nantinya akan disahkan sebagai Prolegnas Prioritas. Setidaknya penulis mencatat ada lima RUU yang diusulkan yang membuat umat Islam perlu ekstra fokus untuk memantau dan memberikan masukan yang akan dapat memberikan perlindungan bagi kepentingan umat Islam di Indonesia, yaitu :

Pertama, Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila atau “RUU BPIP” adalah produk RUU yang sangat bermasalah dari awal RUU ini diajukan. Adanya usaha-usaha untuk me-redefine Pancasila yang tidak sesuai dengan kesepakatan terakhir para pendiri Bangsa tanggal 18 Agustus 1945 dan diperkuat kembali oleh Dekrit Presiden Soekarno pada tanggal 05 Juli 1959 membuat banyak elemen bangsa menolak RUU yang cacat filosofis, historis, yuridis dan sosiologis ini. Keinginan untuk memasukkan lagi RUU ini kembali dibahas dan diundangkan adalah sebuah kesalahan fatal yang akan membuang energi bangsa ini terkuras kembali. Kesepakatan tentang konstitusi negara kita sudah selesai dan RUU ini seakan-akan memicu kembali perdebatan ulang 75 tahun yang lalu di sidang-sidang BPUPK dan PPKI.

Sebuah setback yang merugikan bagi arah bangsa dan negara Indonesia masa depan. Sebenarnya, Pemerintah saat ini tinggal menjalankan saja amanat konstitusi yang berlaku saat ini termasuk jiwa konstitusi yang ada di Pembukaan UUD 1945 yang dijiwai oleh Piagam Jakarta sesuai bunyi klausul Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Jika amanat konstitusi ini dijalankan secara konsisten dan konsekuen, maka insyaallah NKRI akan menuju kejayaannya.

Kedua, Larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang diinisiasi oleh PPP bersama PKS dan Gerindra perlu kita beri apresiasi, tetapi ada indikasi RUU Minol ini akan ditolak oleh Fraksi PDIP dan GOLKAR dalam perdebatan yang terjadi di Badan Legislasi (BALEG) dalam rapat-rapat harmonisasi RUU tersebut. RUU Minol ini sebenarnya sudah mulai dibahas sejak periode tahun 2014 – 2019 yang lalu, tetapi nampaknya jalan menuju Undang-Undang masih sangat terjal. Pengecualian-pengecualian kompromistis banyak terjadi dalam pembahasan sebelumnya terkait acara ritual adat maupun kepentingan pariwisata.

RUU Minol ini setidaknya dapat menjadi semacam perlindungan bagi rakyat Indonesia pada umumnya dan khususnya generasi muda Indonesia yang selama ini mudah mengakses minuman beralkohol terutama yang “oplosan” atau “ilegal”. Tetapi dalam konteks minuman yang diproduksi oleh pihak Industri dengan skala besar, RUU ini belum mampu menunjukkan “tajinya”, banyak pasal-pasal yang memang masih melihat dari perspektif “ Economic Values ” dari Minol tersebut, sehingga terkesan ada benturan antara nilai moral dan nilai ekonomi. Perdebatan kedua nilai ini tentunya tidak dapat ditolerir jika terkait nilai -nilai syariat Islam.

Minuman beralkohol baik banyak ataupun sedikit tetap dihukumi Haram oleh seluruh umat Islam. Kepentingan ekonomi yang menjadikan RUU ini agak berat untuk secara menyeluruh menyerap nilai -nilai syariat Islam tentunya menjadi tantangan tersendiri di tubuh anggota DPR-RI saat ini.

Jika anggota DPR-RI yang beragama Islam masih punya komitmen yang kuat terhadap agamanya, tentunya bukanlah hal yang berat untuk secara aklamasi menerima RUU Larangan Minuman Beralkohol ini sebagai Undang-Undang, tetapi jika masih menimbang-nimbang faktor ekonomi sebagai kompromi untuk “melunakkan” pelarangan maka kita wajib mengingatkan para anggota DPR -RI yang beragama Islam untuk kembali mengingat syahadatnya. Jangan sampai hanya keuntungan sesaat tapi akan menyengsarakan mereka seumur hidup hingga akhirat nanti. Karena rezeki Allah untuk bumi Indonesia masih banyak dari jalan -jalan yang berkah. Justru seharusnya seratus persen (100 %) kita haramkan minuman beralkohol untuk masuk ke bumi Indonesia baik dari luar negeri maupun yang diproduksi di dalam negeri.

1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button