Setelah Deislamisasi, Kini Dehabibisasi
Pakar politik dari Australia ini kecewa. Ia yang dulu mengharap Jokowi akan membawa Indonesia menjadi demokratis, kini berubah. Greg Fealy, profesor dari Australian National University (ANU) ini dengan terang-terangan menuding Presiden Jokowi anti Islam. Ia mengevaluasi pemerintahan Presiden Jokowi dalam empat tahun ke belakang. Greg dikenal sebagai pengamat politik Indonesia yang mumpuni.
Tulisan kritis Greg ini dimuat di situs East Asia Forum pada 27 September 2020. Artikel ini diambil dari makalah terbarunya berjudul, “Jokowi in the COVID-19 Era: Repressive Pluralism, Dynasticism and Over-Bearing State“.
“Selama empat tahun terakhir, pemerintah Presiden Indonesia Joko ‘Jokowi’ Widodo telah melakukan kampanye penindasan terpadu dan sistematis terhadap kaum Islamis. Ini mungkin kabar baik bagi mitra barat Indonesia, terutama Australia, di mana survei-survei berulang kali menunjukkan bahwa banyak orang takut akan meningkatnya konservatisme dan militansi Islam Indonesia,” tulis Greg dalam makalahnya.
Greg menyatakan Australia dan negara lain harusnya prihatin terhadap kebijakan anti-Islamis ini.
“Karena hal itu mengikis hak asasi manusia, merusak nilai-nilai demokrasi, dan dapat menyebabkan reaksi radikal terhadap apa yang dilihat sebagai antipati negara berkembang terhadap Islam,” tulisnya.
Kebijakan anti Islamis yang diambil Jokowi ini terlihat kentara sekali, dengan ‘perintahnya’ untuk membubarkan HTI, FPI, penangkapan ulama dan aktivis-aktivis Islam serta program antiradikalismenya yang menyasar kemana-mana.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo menerjemahkannya dengan melakukan deradikalisasi terhadap pejabat ASN eselon 1 dan 2. Mereka (istri atau suami) yang terlibat dalam medsos pro terhadap orang atau organisasi yang dianggap radikal oleh pemerintah, maka tidak akan naik menjadi pejabat eselon 1 dan 2.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menerjemahkannya dengan memasang pohon natal di depan kantor Kemenag pusat. Sebuah aksi sebagai simbol moderatisme. Menteri Agama sebelumnya telah mengganti penceramah-penceramah di masjid-masjid BUMN atau pemerintah, dengan dai-dai yang pro pemerintah.
Yaqut mengatakan, “Ini waktunya kita membuktikan bahwa Kementerian Agama ini bukan hanya Kementerian Agama. Tapi Kementerian semua agama. Sehingga yang disebut oleh Gus Dur ya ini, pasar agama-agama ini ada di Kementerian Agama. Tidak ada perbedaan, tidak ada diskriminasi semua agama ada di Kementerian ini.”
Agama, kata Yaqut, merupakan inspirasi bukan aspirasi. “Kita tunjukkan kepada publik, Saya katakan kemarin di Istana Negara dan tadi juga Saya sampaikan kepada bapak Presiden, saya hanya ingin menjadikan melalui Kementerian Agama ini, saya ingin menjadikan agama ini sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Itu kalau di breakdown akan luar biasa, agama sebagai inspirasi bukan aspirasi,” kata Yaqut (23/12/2020).