SUARA PEMBACA

Sistem Zonasi Jadikan Dikotomi Sekolah Unggulan dan Pinggiran Kian Tajam?

Mengurai Masalah

Maksud hati melakukan pemerataan pendidikan, apa daya solusi belum menyentuh akar masalah. Sistem zonasi sebenarnya bermaksud baik, tetapi pemerintah sepertinya kurang memperhitungkan dampak dan efek jangka panjangnya. Masalah pemerataan layanan pendidikan yang berkeadilan sejatinya bukan karena zonasi, akan tetapi infrastruktur pendidikan yang kurang merata.

Jika pemerintah serius ingin layanan pendidikan yang berkeadilan terwujud dengan baik, mestinya menyesaikan dulu akar masalahnya, yaitu memberikan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas di seluruh wilayah. Adanya perbedaan infrastruktur pendidikan tidak terlepas dari kapitalisme yang diterapkan. Kapitalisasi pendidikan menjadikan sekolah menjadi ladang bisnis bagi pemodal. Ini banyak dialami sekolah swasta yang menawarkan beraneka fasilitas penunjang sepaket dengan biayanya yang relatif mahal.

Akses pendidikan berkeadilan adalah hak setiap anak. Negaralah yang mestinya menjadi penyelenggara utama pendidikan. Negara harus bertanggung jawab penuh dalam menyediakan pendidikan murah dan berkualitas. Beberapa langkah berikut bisa ditempuh untuk mewujudkan akses layanan pendidikan berkeadilan:

Pertama, menyamakan infrastruktur dan fasilitas di semua sekolah negeri. Jika sarana dan prasarananya memadai dan merata, tidak perlu ada zonasi, dan orang tua juga tidak perlu bimbang dan ragu menyekolahkan anak-anaknya di  sekolah negeri. Sebab, fasilitas yang diberikan di semua sekolah sama di setiap wilayah. 

Kedua, memperbanyak sekolah negeri dengan fasilitas yang memadai. Saat ini, jumlah sekolah negeri memang masih mendominasi. Akan tetapi, tidak semua wilayah di negeri ini memiliki sekolah negeri yang mumpuni. Kita sudah banyak melihat berita bagaimana sekolah negeri di pelosok desa sangat minim sarana dan prasarana. Banyak atap sekolah ambruk dan tidak layak dipakai.

Ketiga, penyebaran guru berkompetensi dan profesional harus merata ke semua sekolah baik swasta maupun negeri. Negara akan menjamin kesejahteraan guru dengan gaji tinggi. Dedikasi mereka terhadap pendidikan dan masa depan generasi sangat patut dihargai dengan gaji yang layak.

Keempat, menggunakan kurikulum berbasis akidah Islam. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya menanamkan Islam sejak usia dini mulai berkembang pesat. Girah mereka terhadap Islam juga ssmakin meningkat. Terlebih, dekadensi moral yang terjadi pada generasi saat ini membuat masyarakat mulai beralih pada konsep pendidikan berbasis Islam.

Sementara, kurikulum yang diajarkan hari ini tidak berbasis Islam, tetapi sekularisme. Tak pelak, sekolah swasta berbasis Islam cenderung lebih diminati dibanding sekolah megeri. Bukankah ini menjadi indikasi bahwa kurikulum saat ini belum mampu mengatasi problem rusaknya generasi? Maka, jalan satu-satunya menyelamatkan  generasi kita adalah dengan penerapan kurikulum berbasis akidah Islam. Kurikulum sekuler nyatanya belum mampu menjawab persoalan generasi yang rusak akibat sistem kehidupan sekuler liberal. Kalau bukan Islam, apa lagi yang bisa menyelamatkan anak-anak kita dari kerusakan?

Kelima, pengelolaan SDA sesuai syariat Islam. Untuk membangun infrastruktur pendidikan tentu membutuhkan modal yang besar. Dalam pemerintahan Islam, sektor pendidikan dibiaya sepenuhnya dari hasil pengelolaan SDA. Jika SDA kita masih dikuasai asing atau diperjualbelikan atas nama liberalisasi pasar, maka sulit bagi negara membiayai pendidikan dengan konsep murah atau gratis. Maka dari itu, solusi fundamental atas masalah biaya pendidikan tidak lain dengan menjadikan pengelolaan SDA sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Bukan dengan skema pajak, investasi, atau utang.

Semua langkah tersebut tidak akan mewujud selama negara masih berpedoman pada paradigma kapitalisme. Pendidikan berkeadilan dan berkualitas tidak akan pernah tercipta selama kurikulum sekuler masih menjadi landasan dalam pembentukan kepribadian generasi. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, tujuan pendidikan sebagai pencetak generasi pilar peradaban bisa terwujud sempurna. Wallahu a’lam.

Chusnatul Jannah, Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button