NUIM HIDAYAT

Soekarno, Pelacuran dan G30S PKI (Bag-1)

“Engkau adalah putra sang fajar,” katanya kepada putranya. “Engkau akan menjadi manusia yang mulia, pemimpin besar dari rakyatmu.”

Soekarno mempercayai itu, tetapi ia merasa dijengkelkan oleh tingkah anak-anak Belanda yang melecehkan kulit gelap pribuminya. Sebagai remaja ia menantang anak-anak itu dan memenangkan simpati gadis Belanda karena ketampanan dan kefasihannya dalam berbicara, ”Ini adalah cara yang saya tahu untuk menghancurkan rasa superioritas dari ras kulit putih dan membuat mereka takluk pada kemauanku!”

Ia kemudian berkembang sebagai penakluk wanita, menikah berkali-kali tanpa merasa risih dengan harus menceraikan salah satu diantaranya…

Sedikit demi sedikit dia menggeser republik ke arah Kiri, di bawah pengaruh PKI, suatu organisasi politik beraliran Marxis yang berhubungan erat dengan China Merah. Pemimpin revolusionernya adalah Aidit, dengan lihai memainkan sikap ingin dipuja dari Soekarno dengan mengangkatnya sebagai “Pemimpin Besar Revolusi”, “Penyelamat Indonesia” dan “Petani Agung.”

Aidit selalu mengerahkan kekuatannya untuk menyambut hangat pidato-pidato Bung Karno. “PKI selalu dapat bekerja”, Soekarno membujuk para pemimpin politik yang lain, ”Anda semua harus menyerupainya.” (Lihat buku: Jules Archer, Kisah Parra Diktator (terj.) Judul aslinya: The Dictators, Fascist, Communists, Despots and Tyrants – The Biographies of The Great Dictators od the Modern World, Narasi, 2017).

Dalam biografi Soekarno yang terkenal yang ditulis Cindy Adams (2018) ditulis pengakuan Soekarno tentang kecurangannya mencontek ini. “Matematika merupakan pelajaran yang ku benci. Aku tidak begitu kuat dalam matematika. Menggambar arsitektur kurasakan sangat menarik, tetapi kalkulasi bangunan dan komputasi merupakan hal yang sulit. Kleinste Vierkanten atau yang disebut Geodesi, dimana kita mengukur tanah dan mencoba membaginya dalam ukuran kaki persegi, aku gagal seluruhnya.

Dalam ujian matematika, kuakui aku berbuat curang, meski hanya sedikit. Kami semua berbuat curang dengan berbagai cara. Ambillah misal menggambar konstruksi bangunan. Aku unggul dalam pelajaran ini. Selama ujian, sang dosen berjalan ke sana kemari diantara meja-meja memperhatikan setiap orang. Begitu ia berada di bagian lain dari ruangan kelas membelakangi kami, salah seorang mahasiswa terdekat berbisik,”Ssst, Karno buatkan buatkan bagan untukku, ya?” Aku bertukar keras dengannya, lalu dengan terburu-buru membuat gambar yang kedua, dan dengan cepat kuserahkan kembali kepadanya. Kawan-kawanku membalasnya dalam pelajaran Kleinste Vierkanten ketika Profesor menuliskan tiga pertanyaan di papan tulis dan hanya memberi kami waktu 45 menit untuk mengerjakannnya. Mereka meletakkan kertas ulangan di sudut bangku, sehingga aku dengan mudah dapat menyalin jawabannya. Tentu saja menyontek dari mahasiswa yang jago dalam matematika. Ini bukan yang disebut menyontek dalam arti yang sebenarnya. Di Indonesia, ini bisa dimasukkan dalam apa yang kami sebut kerjasama yang erat. Gotong royong.” (halaman 79).

Kelemahan Soekarno lainnya, selain tidak bisa memegang kejujuran, juga tidak bisa mengendalikan nafsunya. Saat ia kuliah di Bandung (de Techniche Hoogeschool te Bandung/ITB), ia tidak bisa mengendalikan nafsunya untuk bercinta dengan ibu kosnya Inggit Ganarsih. Padahal saat itu, Inggit masih menjadi istri Sanusi. Kepada Cindy Adams, Soekarno bercerita, ”Inggit dan aku sering berbagi kegembiraan bersama-sama. Kami berdua memiliki perhatian yang sama. Dan barangkali juga…kami berdua sama-sama mencintai. Selain sebagai wujud sifat keperempuanan, dia pun memuja Soekarno secara membabi buta, baik atau buruk, benar atau salah. Dalam hidupnya tidak ada yang lain kecuali aku, serta apa yang kupikirkan dan kuharapkan dan kuimpikan. Aku berbicara, dia mendengarkan. Aku gembira dia mensyukuri.

Pada awalnya kami menunggu. Selama beberapa bulan kami menunggu. Dan tiba-tiba dia berada dalam rengkuhanku. Ya itulah yang terjadi. Aku menciumnya dia menciumku. Lalu aku menciumnya kembali…Dan kami terperangkap dalam rasa cinta satu sama lain. Dan semua itu terjadi selagi ia masih istri dari Sanusi dan aku suami dari Utari.” (halaman 68).

Soekarno dan PKI

Dalam pengakuannya kepada Cindy Adams, Soekarno mengaku ia bukan seorang komunis. “Pertanyaan lain yang sering diajukan ialah, ”Apakah Soekarno seorang komunis?” Soekarno adalah seorang individualis. Manusia yang angkuh dengan ego yang membakar-bakar, yang mengaku bahwa ia mencintai dirinya sendiri, tidak mungkin menjadi pengikut pihak lain. Soekarno tidak mungkin tunduk pada dominasi kekuasaan lain yang manapun. Dia tidak mungkin menjadi boneka.

Seorang komunis menginginkan dunia yang terdiri dari satu bangsa. Mereka menghapuskan nasionalisme untuk kepentingan internasionalisme. Aku seorang nasionalis revolusioner. Seorang ultra nasionalis. Seorang supra nasionalis. Bukankah komunisme dan Sukarnoisme mempunyai perbedaan-perbedaan secara ideologis?

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button