Surat Terbuka untuk PM Israel Benjamin Netanyahu
Semoga bapak Netanyahu mendapat hidayah dari Allah dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Pak Netanyahu, ku tulis surat ini dengan harapan bapak dan seluruh rakyat Israel dapat kembali ke jalan yang diridhai Tuhan. Dapat kembali ke jalan yang ditunjukkan Nabi Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad dan lain-lain.
Mereka lah teladan terbaik bagi kita semua dalam meniti kehidupan ini. Para nabi adalah manusia yang diturunkan Allah untuk memberi bimbingan pada manusia. Para nabi adalah manusia yang ditugaskan Allah untuk menunjukkan jalan kebahagiaan yang sejati. Jalan kebahagiaan di dunia dan alam setelah dunia (akhirat). Para nabi adalah manusia yang diberikan Allah ‘kelebihan’ atau mukjizat sehingga para penentangnya takluk dan mengakui kehebatan nabi. Para nabi membawa pencerahan akal dan penyucian jiwa, sehingga manusia kembali ke fitrahnya.
Ke fitrahnya, dimana manusia memerlukan petunjuk Allah dalam meniti kehidupan ini. Ke fitrahnya, sehingga manusia memanusiakan manusia lain dalam kehidupan sehari-hari. Ke fitrahnya, sehingga manusia membawa kesejukan bagi manusia lain dan alam sekitarnya.
Pak Netanyahu, saya tahu bahwa bapak adalah seorang Yahudi. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an ‘memuji’ Yahudi (bani Israel). Misalnya surat al Baqarah ayat 40;
“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).”
Juga surat al Baqarah ayat 47:
“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.”
Al-Qur’an mengakui kehebatan Yahudi, tapi Al-Qur’an melarang kaum Muslim untuk mengikuti gaya hidup kaum Yahudi. Mengapa?
Pertama, coba kita lihat surat al Baqarah ayat 41. Di situ Allah menyatakan,
“Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.”
Di situ ada kalimat ‘janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya’ dan kalimat ‘janganlah kamu menukarkan ayat-ayat Ku dengan harga yang rendah’.
Dalam kenyataan, banyak ilmuwan-ilmuwan Yahudi yang pintar-pintar. Mengerti Bahasa Arab, Al-Qur’an, Hadits dan lain-lain. Tapi karena ‘kesombongannya sebagai kaum Yahudi’ mereka menjadi tokoh utama yang menolak Al-Qur’an. Atau mereka membolak-balikkan makna Al-Qur’an dengan tujuan mencari materi, jabatan, atau keterkenalan.