Surat Terbuka untuk Presiden Joe Biden
Kepada Yang Terhormat
Presiden Amerika Serikat
Bapak Joe Biden
Di Tempat
Salam,
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah kepada Bapak Presiden dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Pak Presiden, tentu bapak tahu bahwa dunia kini ‘menyatu’. Lewat internet dunia seperti desa kecil. Semua bisa dijangkau dan ditangani bersama.
Kelaparan di Afrika, kekerasan di Myanmar, musibah di Pakistan semua bisa dilihat dalam detik yang sama. Bila ada niatan yang baik dari berbagai kepala negara, maka musibah dan kekerasan bisa diatasi dengan segera.
Kami sebagai Muslim memang sedih. Kenapa Bapak Presiden membiarkan kekerasan terus terjadi di Israel dan Myanmar. Apakah Muslim bukan manusia, sehingga terus menerus dizalimi, dibunuh dan diusir dari negara itu?
Kami juga sedih kaum Muslim di China, terus dizalimi. Mereka tidak bebas lagi menjalankan agamanya. Mereka dipaksa mengikuti gaya hidup China yang materialis. Mengikuti gaya hidup China yang ateis, anti Tuhan. Yang tahunya hanya dunia ini, yang tahunya hanya alam yang terlihat mata. Yang tahunya hanya kerja, kerja dan kerja.
Tidak tahu bahwa selain kerja, perlu juga doa. Selain alam yang terlihat ada alam yang tidak terlihat. Alam yang dirasakan keberadaannya, tapi tidak Nampak oleh mata.
Gaya hidup China yang materialis dan ateis ini bahaya. Orang akhirnya berfikir kebendaan semata. Hilang kasih sayang, hilang sifat rendah hati, hilang ketundukan kepada Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa. Yang ada adalah sifat sombong. Yang ada adalah merasa bahwa semua bisa ditundukkan manusia. Manusia tidak butuh Tuhan, manusia hanya butuh dirinya sendiri.
Ini adalah sifat ‘Iblis’. Sifat membangkang kepada Tuhan. Sifat bahwa saya lebih baik dari anda. Sifat sombong yang membuat rusak dunia. Sifat sombong yang membuat rusak dirinya sendiri. Sifat sombong ini mudah menyulut peperangan (fisik). Sifat sombong ini membuat tidak nyaman oranglain.
Bahaya dari materialisme atau ateisme ini adalah menganggap bahwa kekuasaan adalah kenikmatan tertinggi. Dengan kekuasaan, maka diperoleh kenikmatan tepuk tangan, kenikmatan kemewahan, kenikmatan ‘mengendalikan manusia lain’ (banyak anak buah) dan lain-lain.