SILATURAHIM

Usamah Hisyam, Lahir dan Tumbuh di Lingkungan Pergerakan Islam

Sambil kuliah, ia menjadi penulis lepas dan wartawan freelance di sejumlah media. Dengan mengumpulkan honorarium tulisan antara Rp10.000 sampai Rp15.000 per naskah, Usamah membeli sebuah mesin ketik merk Olivetti seharga Rp200.000 sebagai modalnya bekerja. Ia bertekad untuk mandiri.

Dari pekerjaannya sebagai penulis lepas di Harian Minggu Sinar Harapan, Harian Pelita, serta wartawan freelance di Majalah Sportif, dan Majalah Remaja Mitra, Usamah dapat membiayai kuliah dan kehidupannya sendiri.

Selama beberapa tahun, sejak menjadi wartawan, Usamah mengaku agak jauh dengan lingkungan masjid, tidak menjadi aktivis masjid. Tetapi, pada akhirnya karena aktivitasnya sebagai wartawan pula yang membawa dirinya mengenal Ketua Umum PPP Buya Ismail Hasan Metareum dan kembali dunia pergerakan Islam.

“Saya aktif kembali ke dunia pergerakan Islam itu justru dari wartawan. Karena saya dekat juga dengan tokoh-tokoh Parmusi terutama yang di PPP itu Buya Ismail,” kata Usamah yang kini menempuh pendidikan magister di Fakultas Dakwah dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Di tempat tinggalnya sekarang, kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang Selatan, sejak 2003 lalu Usamah menjadi Ketua Umum Kerukunan Keluarga Muslim BSD (KKMB). Yayasan ini mengelola Al Madinah Islamic Center, pusat pengembangan kegiatan sosial kemasyarakatan keagamaan dengan mendirikan Rumah Yatim Dhuafa, mengembangkan Klinik Dhuafa yang sudah ada sebelumnya, dan mendirikan Perguruan Al Madinah dari Tingkat TK, SD, SMP, SMA yang diprioritaskan untuk sekolah anak yatim dan kaum dhuafa.

Sebagai wartawan senior dan penulis, sejak 1998, Usamah menulis buku biografi tokoh-tokoh nasional. Di mulai dengan biografi Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat” (1998), Jaksa Agung Andi M. Ghalib “Menepis Badai” (1999), Kapolri Jenderal Pol Suroyo Bimantoro “Antara Idealisme dan Profesionalisme” (2002), Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS “Nakhoda di Antara Tiga Presiden” (2003), Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono SBY “Sang Demokrat” (2004), Menkominfo Tifatul Sembiring “Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring” (2012), dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh “Sang Ideolog” (2014).

Dalam menulis biografi, Usamah mengakui, ia tetap memilih figur sang tokoh. “Tak semua pejabat yang minta ditulis biografinya saya terima. Saya juga harus selektif. Karena menulis biografi memerlukan waktu dan konsentrasi penuh,” ujar Usamah.

[shodiq ramadhan]

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button