SUARA PEMBACA

Waspada, Konten LGBTQ+ Menyasar Anak!

Kaum LGBTQ+ makin meresahkan. Sepak terjangnya makin mengkhawatirkan. Tidak hanya orang dewasa dan remaja yang menjadi sasaran, anak-anak pun tak luput jadi incaran. Kampanye LGBTQ+ pun makin gencar dilakukan, mulai dari layar kaca hingga konten video anak.

Ya, pada Rabu, 1 Februari 2023, akun Twitter @AldoButtazzoni menulis sebuah utas yang membongkar konten-konten yang mempropagandakan LGBTQ+ di YouTube Kids. Utas yang disukai lebih dari 53 ribu dan di-retweet lebih dari 23 ribu orang tersebut menyebutkan bahwa salah satu video yang masuk ke daftar rekomendasi utama konten untuk anak usia 9-12 tahun adalah video berjudul “Kids Meet a Gender Non-Conforming Person”.

Utas tersebut juga menulis terdapat kanal khusus bernama “Queer Kid Stuff” yang mengunggah konten video bertema normalisasi ide transgender, bagaimana cara mendukung aktivisme LGBTQ+, serta normalisasi gaya hidup LGBTQ+ yang secara khusus menargetkan pengunjung anak-anak.

Miris, YouTube Kids yang katanya merupakan media sosial yang ramah anak, nyatanya tak luput dari propaganda kaum LGBTQ+. Bukti, bahwa kaum pelangi makin menggurita di negeri ini. Semestinya munculnya berbagai konten propaganda LGBTQ+ pada video anak ini menjadi perhatian serius negara. Mengingat, bukan kali ini saja publik mendapati konten LGBTQ+ di YouTube Kids.

Pada September 2021 misalnya, publik pernah dihebohkan dengan kemunculan iklan bermuatan LGBT di sela-sela acara anak-anak di YouTube Kids. Setelah menuai protes keras dari warganet, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo) pun memutus akses konten iklan tersebut. (cnnindonesia.com, 13/9/2021). Kini, habis iklan terbitlah konten LGBTQ+ yang makin membuat orang tua ketar-ketir.

Munculnya berbagai konten LGBTQ+ di YouTube Kids jelas menjadi sinyal bahwa gerakan kaum pelangi ini begitu masif dan terorganisir. Hingga tanpa kita sadari, anak-anak pun digiring untuk mengakses konten-konten LGBTQ+ secara halus dan pelan-pelan. Sehingga makin sering anak-anak menonton video bermuatan LGBTQ+, makin kuat pula tertanam normalisasi ide dan gaya hidup LGBTQ+ di tengah generasi bahkan sejak usia dini.

Ironisnya, pemblokiran terbukti tidak mampu menghentikan geliat warna kaum pelangi. Terbukti, satu konten LGBTQ+ diblokir, seribu konten LGBTQ+ bermunculan bak cendawan di musim penghujan. Membuat anak-anak makin terwarnai dengan ide sesat kaum pelangi. Itu baru di satu jejaring sosial, bagaimana dengan yang lain?

Sejatinya, pemblokiran berbagai konten LGBTQ+ hanyalah solusi tambal sulam, yang niscaya tidak akan menuntaskan persoalan. Sebab, jika ditelaah, mengguritanya LGBTQ+ tidak terlepas dari sistem kapitalisme-liberalisme yang bercokol di negeri ini. Ide kebebasan nyata menyuburkan keberadaan LGBTQ+ di tengah masyarakat.

Ya, kebebasan berekspresi yang diagung-agungkan, alih-alih meninggikan derajat manusia, sebaliknya justru mengantarkan manusia ke jurang kenistaan. Atas nama kebebasan, halal menyukai sesama jenis. Atas nama kebebasan, halal mengubah jenis kelamin. Atas nama kebebasan pula, akhirnya umat manusia punah akibat melanggar fitrah. Inikah yang diharapkan oleh kaum pelangi?

Di sisi lain, atas nama kebebasan berpendapat, LGBTQ+ terus saja dikampanyekan. Tidak main-main, kampanye ini pun mendapat dukungan dari para kapitalis yang berada di belakang layar korporasi media sosial. Terbukti, jika beragam konten LGBTQ+ terus saja eksis di dunia maya. Ibarat mati satu tumbuh seribu.

Terwarnai dengan ide sesat kaum LGBTQ+ jelas mengantarkan generasi negeri ini pada kehancurannya. Oleh karena itu, kita patut waspada, jangan sampai pengrusakan generasi ini terus terjadi.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button