Anggota Komisi III: Negara Tak Boleh Kalah dari Oknum Polisi Pelanggar Hukum
Jakarta (SI Online) – Selama ini pemerintah, termasuk Kepolisian, selalu menggaungkan tagline: Negara tak boleh kalah dengan preman, atau Negara tak boleh kalah dengan teroris.
Dalam situasi saat ini, Anggota Komisi III DPR RI Romo HR Muhammad Syafi’i mengungkapkan, juga harus digaungkan tagline: Negara tak boleh kalah dari oknum polisi pelanggar hukum, atau Negara tak boleh kalah dari perilaku polisi yang biadab.
Hal ini diungkapkan Romo Syafi’i saat menjadi narasumber dalam Webinar tentang urgensi pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penembakan terhadap enam laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, yang digelar Center of Study for Indonesian Leadership (CSIL) di Jakarta, 12 Desember 2020.
“TGPF itu keniscayaan, harus segera diwujudkan, karena pelakunya adalah mereka yang seharusnya kita harapkan melindungi kita yaitu aparat kepolisian sedangkan korbannya masyarakat sipil,” ungkap Romo Syafi’i.
Kehadiran TGPF, menurut Anggota Fraksi Partai Gerindra itu sangatlah urgen. Sebab saat ini beredar dua versi peristiwa, yakni menurut kepolisian dan menurut FPI. Keterangan polisi tentang kejadian dinilai tidak diawali dengan fakta hukum, sedangkan keterangan FPI justru berdasarkan fakta.
Kronologi yang dibuat FPI, dinilai lebih sesuai dengan fakta. Sebab sesuai dengan kesaksian masyarakat di sekitar lokasi yang menyebut tidak ada baku tembak, dan juga tidak ada tanda-tanda baku tembak di lokasi peristiwa.
“Ketiga, ternyata setelah kita lihat jenazah korban, tidak terlihat seperti akibat baku tembak. Menurut ahli, tembakan dilakukan dari jarak dekat dan lokasi tembakan yang sama,” ungkap Romo Syafii.
Politisi asal Dapil Sumatera Utara I ini juga menceritakan pengalamannya saat menjemput enam jenazah Laskar FPI di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Ia merasakan keanehan-keanehan. Sebagai Anggota DPR yang menjalankan tugas pengawasan, ia tidak diberikan kesempatan untuk bertemu dengan penanggung jawab yang memproses jenazah enam laskar.
“Kita minta ketemu sama penanggungjawabnya sampai pulang tidak ketemu,” kata dia.
Bahkan, Romo Syafi’i merasa dibohongi, saat disuruh menunggu di suatu tempat yang pada akhirnya ia tidak dapat mengakses jenazah. “Kita dikibuli, ada yang ditutup-tutupi, sangat tidak transparan,” kata politisi yang juga mubaligh itu.
Romo Syafi’i mengaku khawatir jika kasus ini hanya ditangani kepolisian dengan tidak transparan justru akan menimbulkan “social distrust.” Menurutnya, disinilah urgensi pembentukan TGPF itu harus dilakukan sesegera mungkin.
red: farah abdillah