Memutus Kultus: Pelajaran Tauhid di Balik Pencopotan Khalid bin Walid
Di medan Yarmuk, perang sedang berkecamuk. Kaum muslimin dalam posisi yang menguntungkan. Mereka berada di atas angin karena kepiawaian Khalid bin Walid dalam meracik strategi perang.
Tak dinyana, dalam situasi genting ditengah peperangan, sampailah utusan dari Madinah membawa kabar yang akan menggoncangkan seluruh pasukan. Khalifah Abu Bakar telah meninggal dunia dan Umar bin Khattab telah dibaiat sebagai penggantinya.
Kabar yang mengejutkan belum berhenti. Sang utusan juga membawa surat khusus untuk Khalid sebagai panglima perang pada saat itu. Isinya: Khalifah Umar mencopot Khalid dari posisi panglima perang dan mempromosikan Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menggantikannya. Khawatir berita itu akan mempengaruhi mental pasukan di tengah suasana yang sedang kritis, Khalid dan sang utusan sepakat untuk merahasiakan sementara kabar dari Madinah.
Setelah perang selesai dan kaum muslimin menang, barulah kabar dari Madinah itu disampaikan kepada seluruh pasukan kaum muslimin. Pasukan kaum muslimin bersedih dengan meninggalnya Khalifah Abu Bakar, mereka juga bersedih tidak lagi dipimpin oleh Khalid dalam medan pertempuran berikutnya. Namun Khalid menyampaikan pada mereka ia hanya hamba Allah yang tidak bisa menjamin hasil akhir pertempuran. Kehadiran atau ketidakhadiran dirinya bukanlah sebab menang atau kalahnya kaum muslimin. Khalid ridha dengan keputusan Umar bin Khattab yang mencopotnya. Ia tetap berperang di sisi pasukan islam, walau jabatannya sekarang hanya prajurit biasa.
Di sisi yang lain, Umar pernah ditanya tentang kebijakan pertama yang diambilnya setelah dilantik menjadi khalifah. Mengapa ia mencopot Khalid yang diangkat langsung oleh Abu Bakar? Bahkan untuk menunjukkan ia tidak salah tunjuk, Abu Bakar pernah berkata: “Akan kujawab tantangan perang mereka (Byzantium) dan kekhawatiran pasukan kita dengan mengirimkan Khalid (sebagai pangima perang). Karena menurut Abu Bakar, mendengar nama Khalid akan membuat musuh menjadi gentar dan pada saat yang sama memberikan perasaan tenang di tengah laskar muslimin.
Dalam kesempatan yang lain Abu Bakar juga berujar, “Sungguh para wanita tidak akan pernah mampu lagi melahirkan seorang seperti Khalid sampai akhir zaman”. Ini menunjukkan keyakinan Abu Bakar akan kapasitas Khalid sebagai ahli strategi perang yang tiada duanya di kalangan bangsa Arab. Dalam riwayat yang sudah masyhur, Rasulullah juga mengakui kelebihan Khalid dan memberinya gelar pedang Allah (Saifullah) yang terhunus dan akan selalu siap menjaga agamaNya. (Khalid Muhammad Khalid: 60 Karakateristik Sahabat Rasulullah)
Segala pengakuan dari Rasulullah dan Abu Bakar tadi adalah sebagai bukti sahih keunggulan Khalid dalam hal strategi perang dan kemampuannya dalam mengorganisir pertempuran. Tiada yang dapat menandingi Khalid dalam hal tersebut. Lalu mengapa, dengan segala kelebihan Khalid yang sudah diakui oleh Rasulullah dan Abu bakar, Umar dengan gampangnya mencopot Khalid dari posisi panglima perang?
Apakah Umar merasa iri dengan ketenaran dan nama besar Khalid? Apakah Umar mengingkari kelebihannya yang telah diakui dan disampaikan oleh Rasulullah dan Abu bakar?
Ketika ditanya alasan pencopotan (Khalid) Umar menjawab: “Umat sudah mulai melantunkan puji-pujian kepadanya (Khalid). Sesungguhnya aku khawatir, kaum muslimin beranggapan dan meyakini Khalidlah yang membawa kemenangan kepada kita, sehingga keyakinan mereka kepada Allah Yang Maha Menguasai segala sesuatu menjadi berkurang.”.
Masyaallah… Jawaban yang sangat luar biasa… Ternyata Umar lebih khawatir akidah kaum muslimin tercemar daripada mereka menang perang namun akidahnya rusak.
Sejatinya Umar tidak menafikan kelebihan Khalid. Namun sebagai khalifah kaum muslimin, Umar bertanggung jawab menjaga kemurnian akidah umat Islam agar jangan sampai mereka beranggapan Khalidlah yang telah membawa kemenangan kepada mereka.
Umar hanya bermaksud memutus dan dan menghapus pengkultusan umat Islam terhadap Khalid bin Walid yang kadung dianggap sebagai pembawa kemenangan dalam setiap pertempuran. Sungguh concern Umar terhadap akidah umat lebih besar daripada kemenangan itu sendiri.