Tahun 2021, Hiperinflasi di Indonesia?
Topik hiperinflasi makin hangat di media setelah mencuitnya berita bahwa Amerika Serikat dan seluruh dunia akan segera mengalami hiperinflasi.
Apa itu hiperinflasi?
Hiperinflasi adalah inflasi yang tidak terkendali, kondisi ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis karena tidak dibarengi dengan naiknya pendapatan. Hal ini terjadi kadang diluar kendali yang dalam perekonomian suatu negara. Tanda pertama terjadinya hiperinflasi adalah jika tingkat inflasi lebih dari 50 persen dalam satu bulan bahkan bisa sampai dengan 100 persen lebih.
Faktor penyebab hiperinflasi saat ini kemungkinan besar karena depresi ekonomi yang disulut dari pertumbuhan ekonomi negatif saat pandemi.
Di mana-mana ketika inflasi atau hiperinflasi terjadi baik rendah maupun tinggi, rakyat kecil yang akan merasakannya terlebih dahulu karena daya beli mereka tambah lemah. Biasanya dimulai dengan biaya transportasi naik, disusul oleh harga barang lokal termasuk barang impor naik.
Solusinya?
Solusi mengatasi hiperinflasi adalah dengan cara bekerjasama antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah melalui kebijakan fiskal misalnya dengan menurunkan belanja negara. Dari sisi non-moneter dan no-fiskal, pemerintah juga dapat memberikan stimulus kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di negeri ini untuk meningkatkan hasil produksi, menyesuaikan Upah Minimum Regional (UMR), serta melakukan pengawasan harga dan peredaran barang di masyarakat.
Tugas rakyat sebagai pelaku UMKM adalah pertama: menggunakan barang baku dari dalam negeri, memperkerja penduduk lokal serta meningkatkan kualitas produksi sehingga dapat lebih diterima oleh masyarakat sendiri. Promosi produk halal dengan mencantumkan sertifikasi halal juga sangat bermanfaat bagi para pelaku UMKM. Hal ini untuk mengurangi belanja barang impor yang sehingga uang hanya beredar di dalam negeri.
Kedua: karena faktor lain adalah rendahnya nilai mata uang disusul dengan kenaikan pendapatan yang tidak seimbang, maka rakyat juga perlu membuat pengaturan belanja rumah tangga yang lebih baik. Memilih dan memilah apa yang diperlukan (kebutuhan, primer, didahulukan) dan apa yang diinginkan (impian, sekunder atau tersier, dibelakangkan).
Ketiga: melejitnya “cryptocurrency” dengan hasil menambang mungkin dapat memicu hiperinflasi sehingga rakyat perlu mengkaji tentang batas kenormalan serta nilai-nilai syariah dalam praktiknya.