OPINI

TNI Pengawal Demokrasi

Tema HUT TNI ke 78 tahun ini adalah “TNI Patriot NKRI: Pengawal Demokrasi untuk Indonesia Maju”. Tiga unsur terkandung di dalamnya yaitu TNI patriot NKRI, TNI pengawal demokrasi dan TNI kekuatan untuk memajukan Indonesia.

Sebagai patriot NKRI hal ini sesuai dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara untuk menangkal setiap ancaman miliiter dan bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Sebagai pengawal demokrasi TNI harus menjadi bagian dari penegakan kedaulatan rakyat. Kedaulatan negara dan kedaulatan rakyat menjadi modal politik untuk Indonesia mandiri dan maju di segala bidang.

5 Oktober ditetapkan sebagai Hari TNI karena pada tanggal tersebut tahun 1945 terbentuk TKR yang awalnya BKR bentukan PPKI. Lalu TRI tahun 1946 dan resmi bernama TNI pada tanggal 3 Juni 1947. Berubah menjadi ABRI tahun 1962 sebelum kembali kepada TNI 1 April 1999 setelah terjadi pemisahan dengan Polri. Inpres 2 tahun 1999 mengatur langkah-langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Kepolisian dari ABRI. Dwi fungsi ABRI dihapuskan.

Ada TNI patriot NKRI teladan yaitu Jenderal Soedirman yang memilih bertempur gerilya daripada harus menyerah di meja perundingan. Berbeda dengan Soekarno yang siap ditangkap Belanda di ibukota Yogyakarta. Panglima Besar Soedirman adalah Guru SD Muhammadiyah, aktivis Pemuda Muhammadiyah dan Pengurus Hizbul Wathan. Bersama Hamengku Buwono dan Letkol Soeharto, Jenderal Soedirman melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949 ke Yogyakarta untuk mengusir Belanda. Ia wafat karena sakit paru-paru di usia 34 tahun.

Menurut UU No 34 tahun 2004 tentang TNI dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa Jati Diri TNI adalah Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional. Relevansi sebagai Pengawal Demokrasi dapat dikaitkan dengan Penjelasan Umum angka 4 dimana ditegaskan bahwa TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai dengan kepentingan politik negara.

Kepentingan politik negara dimaksud “mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi”. Aturan UU TNI ini menjadi landasan bagi TNI untuk mengawal demokrasi atau membantu proses penegakan kedaulatan rakyat. Menjadi acuan TNI pula prinsip supremasi sipil yang berbasis pada proses atau mekanisme demokrasi.

Kini TNI ditantang untuk lebih maju dan kokoh dalam melakukan pengawalan demokrasi. Hal ini mengingat gejala politik pemerintahan Jokowi justru semakin menjauh dari asas demokrasi. Terakhir kasus Rempang yang faktanya adalah pengabaian terhadap hak-hak rakyat. Penggusuran atau pengosongan merupakan pelanggaran atas prinsip demokrasi dan hak-hak asasi. Pelanggaran HAM berat.

TNI sudah semestinya memandang dengan waspada “penyerahan” Pulau Rempang kepada China. Investasi adalah kegiatan awal menuju aneksasi. Tidak adakah kekhawatiran akan ekspansi China yang dalam misi “Nine Dash Line” saat ini pun sudah mengklaim perairan Natuna ? TNI tidak boleh abai apalagi bersikap antagonistik dengan mengancam akan “memiting” rakyat segala. Sebelumnya Jend. (Hor) purn Luhut Pandjaitan mengancam pula untuk membuldozer rakyat.

China sejak dahulu memproteksi komunis. PKI adalah mitra China. Bahkan China menjadi pengendali PKI. Berupaya mengkudeta Istana dengan membunuh para Jenderal TNI. Memfitnah atas keberadaan Dewan Jenderal dan bersembunyi di ruang penting Istana. Presiden tersandera oleh Cakrabirawa. PKI itu musuh demokrasi, anti agama dan gemar berkhianat. TNI menjadi sasaran dari pelumpuhan dan adu domba. Antar angkatan maupun angkatan kelima.

China terus menghegemoni dengan senjata investasi dan hutang luar negeri. Kedaulatan negara dan kedaulatan rakyat terancam. China mengenalikan oligarki baik politik maupun bisnis. Rezim Jokowi adalah rezim oligarki dan oligarki itu musuh demokrasi. TNI sebagai pengawal demokrasi mesti maju untuk melangkah lebih cepat. TNI itu tentara rakyat dan tentara pejuang. Tidak boleh berpangku tangan atau sekedar menjadi alat kekuasaan. TNI merupakan patriot NKRI.

Petinggi TNI sebagian besar didikan AKABRI atau Akademi TNI. Mereka memiliki dasar-dasar pendidikan yang kuat untuk memahami politik nasional dan global. Mengenal betul akan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan atas bangsa dan negara. Peta kini sudah semestinya terbaca bahwa ideologi dan konstitusi sedang tidak dijalankan dengan konsisten dan konsekuen.

Demokrasi bertekuk lutut pada oligarki, hak-hak asasi tersingkir oleh berhala investasi, hukum direkayasa sesuai kemauan penguasa, korupsi dan politik dinasti dianggap sebagai hal yang biasa. Kedaulatan negara berada diujung tanduk. Kedaulatan rakyat sudah lebih dahulu terpuruk. Agama pun ikut diaduk-aduk.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button