OPINI

Dalang…Mana Dalang?

Cerita gerombolan penyerang FTA di Grand Kemang masih berlanjut. Bagi gerombolan preman itu mungkin tugas membubarkan dianggap enteng, orderan cepat diterima. Berbagi tugas satu aksi teriak-teriak di luar gerbang depan, satu lagi operasi khusus bergerak ke dalam membuat teror sambil membubarkan.

Teriak-teriak di luar sukses-sukses saja, tapi bagian operasi obrak-abrik gagal total. Peserta tidak terpengaruh teror dan tidak bubar. Santai ngobrol bahkan sempat makan dan sholat dhuhur. Konperensi Pers sudah dilakukan lebih dulu, pukulan balik buat gerombolan dan dalangnya. Tentu di luar dugaan.

Kini gerombolan dan aparat jadi pusing. 25 orang yang disebut oleh Kapolsek jadinya harus diusut, sulit mencari alasan pembenar apalagi pemaaf. Tidak mungkin lepas dari penuntutan. Kalimat “perintah langsung” memberatkan dan menyudutkan dalang. Kepolisian juga kalang kabut karena diduga terlibat memfasilitasi sekurang-kurangnya membiarkan.

Peserta silaturahmi dan diskusi FTA adalah pengkritisi kemasyarakatan dan kenegaraan. Mereka bukan politisi praktis seperti kader partai politik, melainkan akademisi, agamawan, pakar, jurnalis, pengamat maupun advokat dan penggerak perempuan. Aktivis politik moral yang kadang dipandang oposan oleh pemerintah atau rezim. FTA sendiri forum diaspora yang cinta akan tanah air.

Persoalan utama bukan gerombolan preman orderan, proteksi atau pembiaran pihak Kepolisian, walau itu harus juga mendapat sanksi, tetapi pada dalang yang ada di belakangnya. Mengingat yang dipersekusi adalah pengkritisi politik, maka wajar dalang itu adalah pihak yang paling peka dalam ketersinggungan politik. Bisa ruang Istana.

Dua pihak patut dicurigai, yaitu Gibran Fufufafa dan Papa yang akan lengser dari singgasana.

Peristiwa penyerangan FTA terjadi 28 September 2024, satu hari sebelumnya 27 September ada kelompok pembela Fufufafa yang menamakan diri Pasukan Bawah Tanah Jokowi melaporkan pakar Telematika Roy Suryo ke pihak Kepolisian. Roy Suryo adalah tokoh yang paling gencar mengejar Fufufafa.

Fufufafa menjadi isu aktual yang juga dikritisi oleh politisi moral yang berada di ruang silaturahmi dan diskusi FTA. Gibran yang 99,99 % diyakini pemilik akun dinilai tidak patut menjadi Wakil Presiden. Memiliki kecacatan yang sempurna. Cacat Konstitusi (MK), cacat Demokrasi (KPU) dan cacat Moral (Fufufafa).

Pihak kedua adalah Papa. Godfather dari mafia negara. Jokowi sejak memerintah hingga akhir masa jabatan selalu membuat masalah yang membuat gelisah bahkan marah rakyat. Presiden bukan yang memikirkan rakyat tetapi rakyat yang harus selalu memikirkan Presiden. Bangsa Indonesia mengalami mushibah memiliki pemimpin seperti ini.

Keberadaan Korlap pengobrak-abrik yaitu Felick alias FEK pada kegiatan penting Partai Golkar menimbulkan sorotan atas Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, adakah keterkaitan? Hingga kini Bahlil tidak mengklarifikasi. Semua orang tahu bahwa Bahlil adalah “orang Jokowi”.

Dalang..mana dalang..ini yang dicari dan ditunggu publik. Tidak mungkin gerombolan preman itu berbuat atas inisiatif sendiri. Desainnya sangat jelas. Ada spanduk tokoh yang disasar seperti Din Syamsuddin, Said Didu, Refly Harun dan lainnya. Ada tokoh yang ditanyakan kehadirannya seperti Gatot Nurmantyo. Konon sebagian preman itu sudah menginap di Hotel Grand Kemang.

Wayang hanya dimainkan dan menjadi tontonan dalam bayang-bayang layar. Itu wayang kulit. Wayang golek jelas terbuat dari kayu dan lebih nyata. Dalang-dalang tersebunyi sambil memainkan ceritra dan menggerakkan wayang-wayang.

Saatnya dalang dikuliti agar tidak selalu main kayu. Polisi harus menangkap dalang bukan hanya wayang.

“Lakone napa, pak kowi..?” Lakone, preman obrak-abrik diskusi..![]

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 5 Oktober 2024

Artikel Terkait

Back to top button