NUIM HIDAYAT

Ali Moertopo dan CSIS

Ali dan kelompok Tanah Abang juga sukses menggarap Golkar sebagai mesin pemilu Soeharto. Dengan organ-organnya Federasi Buruh Seluruh Indonesia, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dan Komite Nasional Pemuda Indonesia, Golkar sukses meraup angka 63 persen dari total pemilih. Ali juga mengampanyekan bahwa hanya Golkar yang bisa menyukseskan pembangunan dan menjamin stabilitas keamanan. Golkar dalam pemilu 1971 itu, meraup 34,3 juta suara. Meraih 236 kursi dari total 360 anggota DPR. Golkar terus menjadi pemenang pemilu hingga 1998, saat kekuasaan Soeharto berakhir.

Kemenangan Golkar pada 1971 itu diperoleh juga dengan cara menggembosi partai lain. PNI digarap Ali dengan menaikkan Hadisubeno sebagai Ketua umum pada tahun 1970. Partai Muslimin Indonesia juga direcoki oleh pemerintah. Pada Kongres di Malang, 1968, Mohamad Roem terpilih sebagai Ketua Parmusi, tapi oleh pemerintah tidak setujui. Akhirnya partai diambil alih kembali oleh Djarnawi Hadikusumo.

Kembali ke CSIS. Lembaga pemikir ini dibentuk pada 1 September 1971. “Kami thinknya, Pak Ali dan Pak Jono sebagai thank-nya,”kata Jusuf suatu ketika di CSIS. Dalam masa-masa awal pembentukannya Ali yang mencarikan dana untuk membantu CSIS. Ia banyak menodong para pengusaha untuk menyetor uangnya ke CSIS.

Ali juga sempat mengizinkan rumahnya di Jalan Kesehatan III, Jakarta Pusat, menjadi kantor pusat pertama CSIS, Tiga tahun kemudian CSIS baru bisa berkantor di Jalan Tanah Abang III, kantornya sampai sekarang. Sebelum menjadi kantor CSIS, rumah nomor 27 di Jalan Tanah Abang III itu sering menjadi pusat kegiatan berbagai lembaga yang terkait dengan Golkar.

Misalnya, Badan pemenangan Pemilu Golkar dan Komite Nasional Pemuda Indonesia. Kebetulan pendiri CSIS pun banyak yang aktif di Golkar.

CSIS lewat Jusuf Wanandi, Harry Tjan dll aktif mengirim memo berupa analisis atas perkembangan politik dan ekonomi di ruang kerja Soeharto.

Kebijakan asas tunggal bagi partai dan ormas, penataran P4, hegemoni Golkar, perampingan partai menjadi tiga dan semacamnya adalah kebijakan yang lahir dari rahim CSIS.

CSIS yang sering disebut lembaga pemikiran cendekiawan Katolik ini perannya berakhir ketika Presiden Soeharto meresmikan pendirian ICMI. Dan hanya delapan tahun kemudian, setelah lahirnya ICMI, Mei 1998, Soeharto dilengserkan oleh kelompok CSIS dan aktivis mahasiswa. Dengan cara gedung DPR diduduki, Jakarta dibakar dan pertentangan kelompok elite politik. Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Penulis Buku Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button