OPINI

Ancaman Disintegrasi di Balik Tragedi Wamena

Adanya intervensi asing seolah menjadi rahasia publik yang tidak terbantahkan di tengah tragedi Wamena. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko menyebut ada intervensi pihak asing pada kerusuhan yang terjadi Wamena, Provinsi Papua pada Senin (23/9). Moeldoko mengatakan, kerusuhan itu tidak hanya diprovokasi pihak dari dalam negeri saja, namun juga ada indikasi orang-orang dari luar negeri. (gatra.com, 23/9/2019).

Skenario disintegrasi Timor Timur seolah sedang diulang di atas bumi Papua. Bola panas isu pelanggaran HAM menjadi senjata ampuh mendesak PBB untuk menggelar referendum Papua. Desakan campur tangan Australia yang diminta Vanuatu dalam pidato di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-74, untuk membantu menyelesaikan konflik di Papua, menjadi sinyal kuat skenario yang sama tengah dimainkan. (cnnindonesia.com, 29/9/2019). Padahal semestinya lepasnya Timor Timur jadi peringatan dan pelajaran agar sejarah tidak lagi terulang.

Sedih. Melihat kondisi Wamena yang sedemikian mengerikan dan ancaman disintegrasi yang berada di pelupuk mata. Ternyata tidak mampu menggerakan hati nurani penguasa untuk segera mencari solusi. Alih-alih bergerak cepat mengakhiri konflik dan memulihkan Wamena. Publik dibuat geram dengan tingkah penguasa yang malah asyik bersepeda dan meminta pelantikan diajukan. Sikap penguasa tidak hanya membuat rakyat malu dan berang. Tapi juga menjadi bukti negara gagal melindungi rakyatnya.

Sebelas duabelas. Tragedi brutal Wamena ternyata tidak juga mengundang rasa empati dari para pendukung rezim ini. Mereka yang selama ini gencar menuduh ormas radikal sebagai dalang berbagai problematika negeri. Mendadak bungkam. “Jangan Suriahkan Indonesia” yang selama ini digaungkan pun tak terdengar. Lidah mereka kelu, melihat fakta bahwa para pelaku kerusuhan bukanlah Muslim. Dan puluhan korban tewas adalah kaum Muslimin Bugis dan Minang. Sehingga mereka kesulitan lagi mengkambinghitamkan Islam.

Terbantahkan sudah, ketakutan mereka bila syariah Islam diterapkan akan menjadi sumber perpecahan. Dijawab tunai dengan tragedi Wamena. Bahwa bukan Islam baik syariah maupun Khilafah yang selama ini mereka cap jahat dan sesat, yang menjadi sumber konflik dan perpecahan.Tapi sejatinya sumber konflik yang tak kunjung berakhir di Papua adalah lemahnya kedaulatan dan ketahanan negeri ini, hasil dari buruknya penguasa mengelola negeri. Serta kepemimpinan yang lemah dan buruk, buah dari sistem Kapitalisme busuk.

Gelap. Sungguh gelap kondisi negeri ini. Gelombang aksi berbagai elemen masyarakat yang semakin gencar, menjadi sinyal bahwa Indonesia tidak baik-baik saja. Berbagai ketidakadilan dan kezaliman semakin nyata ditampakan. Di tengah wajah penguasa yang semakin culas dan serakah. Kerusakan yang terjadi justru bukan karena syariah-Nya diterapkan. Sebaliknya berbagai kerusakan yang menimpa negeri ini adalah hasil dari dicampakkannya, cahaya Islam dari negeri kaya ini. Sungguh kerusakan yang terjadi atas negeri ini adalah ulah kita yang tidak mau berhukum dengan syariah-Nya.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar Ruum:41).

Di satu sisi, berbagai tuduhan jahat nan sesat tak berhenti dialamatkan kepada Islam, ulama dan umatnya. Mulai dari kriminalisasi ulama, persekusi ulama, cap radikalisme, hingga stigma negatif terhadap kalimat tauhid, syariah dan Khilafah. Kini, Allah Ta’ala bungkam mulut keji rezim ini yang kurang ajar terhadap Islam dan umatnya. Bahkan kurang ajar dan lancangi terhadap Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Dengan berbagai rentetan tragedi memilukan yang seharusnya mampu membuka mata dan hati penguasa dan rezim ini. Bahwa sumber problematika negeri ini adalah ketiadaan aturan Allah Ta’ala yaitu syariah Islam yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.

Hari ini, kegelapan boleh saja menyelimuti negeri Muslim terbesar ini. Ancaman disintegrasi dan kehancuran boleh jadi membayangi negeri ini. Tapi niscaya cahaya fajar segera terbit. Seiring dengan bangkitnya kesadaran umat bahwa tiada lagi solusi yang mampu menyelamatkan negeri ini, selain Islam. Ya, hanya Islam yang menyatukan negeri ini dan menjadi solusi final atas problematika negeri ini. Percayalah!

”Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (QS. Al Maidah ayat 50).

Wallahu a’lam bishshawaab.

Ummu Naflah
Muslimah Peduli Negeri, Founder Generasi Muda Islam Menulis (GENDIS)

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button