NUIM HIDAYAT

Anies vs Ganjar: Nasionalis Islam vs Nasionalis Sekuler

“Penelitian ini kami bagi-bagikan. Hasilnya luar biasa. Ini membuat aktivis bisa berbicara dengan legitimasi akademik yang tidak terbantahkan. Tidak ada siapapun yang bisa membantah hal itu. Aktivitas yang semangatnya perlawanan terhadap Soeharto,” kata Anies.

Anies tidak terlalu suka memperjuangkan ide-ide perlawanan mengandalkan retorika ala demo di jalanan. Menurutnya hal itu hanya akan menjadi bulan-bulanan Orde Baru dan hanya akan membuahkan popor senjata aparat. Karena itu ia lebih senang melakukan perlawanan berbasiskan metode ilmiah seperti riset. Namun bukan tidak ada ‘aksi jalanan’ yang digalang Anies ketika mahasiswa. Pada tahun 1994, Anies sempat terjungkal karena dipopor tentara saat berdemonstrasi di lingkungan kampus UGM.

Anies terpilih sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM. Anies meraih beasiswa dari Japan Airlines Foundation untuk kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia, Tokyo, Jepang. Pada tahun 1995, Anies menyelesaikan studinya di UGM. Cita-citanya sederhana, mengabdi di kampus sebagai dosen. Ketika itu banyak yang menyarankannya menempuh pendidikan master terlebih dahulu. “Kalau sudah master sulit untuk ditolak, maka tidak akan ada kesempatan lagi,” kenang Anies.

Anies pun memulai langkahnya berburu beasiswa. Berkat beasiswa Fullbright, Anies dapat meneruskan S2 dan S3nya di AS. Gelar Masternya di bidang International Security and Economic Policy dari Universitas Maryland dan Doktornya ia rampungkan di Departemen Ilmu Politik, Universitas Northern Illinois. Sewaktu kuliah, dia dianugerahi Wiliam R Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship and ASEAN Student Award.

Di Amerika ia juga aktif di dunia akademik dengan menulis sejumlah artikel dan menjadi pembicara dalam berbagai konferensi. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul ‘Political Islam: Present and Future Trajectory’ dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Artikel ‘Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy‘ diterbitkan oleh BIES, Australian National University.

Nama Anies Baswedan muncul diantara sebelas nama peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat pada pertengahan 2013. Ia menegaskan dirinya menerima tawaran Partai Demokrat untuk ikut serta dalam konvensi capres itu karena ingin memberikan sumbangsihnya untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi negeri ini.

“Ini adalah Indonesia kita semua, artinya mari kita sama-sama turut memiliki masalah. Bahwa masalah yang ada di republik ini bukan saja masalah milik pemerintah, orang partai, milik birokrat, tapi milik kita semua,”katanya.

Pada 15 September 2013 lalu, Anies resmi diperkenalkan kepada publik sebagai satu dari sebelas peserta konvensi calon presiden dari Partai Demokrat. Di atas panggung yang jembar, Anies sebagai peserta konvensi berujar, ”Republik ini lahir dengan janji dan janji harus dilunasi.”

Anies Baswedan lahir pada 7 Mei 1969 di Kuningan, Jawa Barat. Ia menikah dengan Ferry Farhati, S.Psi, M.Sc dan dikaruniai tiga anak: Mutiara Annisa, Mikail Azizi, dan Kaisar Hakam.

Berbagai pengalaman organisasi dan karier Anies Baswedan dapat dilihat sebagai berikut: Rektor Universitas Paramadina (2007-2015), Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Ketua Yayasan Indonesia Mengajar (2009-2013), Ketua Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (2013), Tim Verifikasi Fakta dan Hukum untuk Kasus Dugaan Kriminalisasi Pimpinan KPK Bibid Samad Riyanto dan Chandra Hamzah (2010)…”

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button