NUIM HIDAYAT

Anies vs Ganjar: Nasionalis Islam vs Nasionalis Sekuler

Banyak prestasi internasional yang telah ditorehkan Anies, di antaranya: Gerald Maryanov Award, 100 Intektual Publik Dunia, Young Global Leaders, 20 Tokoh Pembawa Perubahan Dunia, dan lain-lain. Ketika menjabat sebagai gubernur, Anies meraih sedikitnya 19 penghargaan. Di antaranya: Honorable Mention yang diraih pada Sustainable Transport Award 2020, penghargaan dari Kemenag atas Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan di DKI Jakarta, pembina BUMD Terbaik 2020, peraih Juara Pertama dalam kompetisi nasional dalam bidang TIK dari Kemenkominfo RI melalui Aplikasi Jakarta Kini (JAKI), Juara Sustainable Transport Award 2021 atas pengembangan Program Integrasi Antarmoda Transportasi Publik dan lan-lain.

Anies adalah pemimpin yang dibutuhkan Indonesia 2024 nanti. Saleh, cerdas, kreatif dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Anies tidak hanya bisa memimpin, tapi juga dapat memberikan pencerahan setiap kebijakan yang diambilnya. Tentu sebagai manusia ia ada kelemahannya, tapi kelebihannya jauh lebih banyak dari kelemahannya.

Ganjar Pranowo

Ganjar lahir 28 Oktober 1968. Ia adalah Gubernur Jawa Tengah dua periode. Ia menjabat gubernur sejak 23 Agustus 2013. Sebelumnya, ia adalah anggota DPR dari FPDIP periode 2004–2009 dan 2009–2013. Selain itu, Ganjar juga menjabat sebagai Ketua Umum KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) periode 2014–2019.

Ganjar lahir dari keluarga sederhana di sebuah desa di Karanganyar Jawa Tengah. Ayahnya bernama S. Pamudji dan ibunya bernama Sri Suparni. Ia lahir dengan nama Ganjar Sungkowo. Ia adalah anak kelima dari enam bersaudara. Ayah Ganjar adalah seorang polisi dan sempat ditugaskan untuk mengikuti operasi penumpasan PRRI. Namanya kemudian diganti ayahnya dengan Ganjar Pranowo. Karena Ganjar Sungkowo berarti “Ganjaran dari Kesusahan/Kesedihan.”

Ganjar kecil sudah menunjukkan jiwa kepemimpinan. Saat SD ia selalu terpilih menjadi ketua kelas. Memasuki SMP, keluarganya pindah ke Kutorarjo untuk mengikuti tempat tugas ayahnya. Selanjutnya, ia bersekolah di SMA Bopkri 1 Yogyakarta.

Tamat SMA, Ganjar melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum UGM. Di kampus, ia bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Selama kuliah di UGM, ia mengaku sempat cuti kuliah selama dua semester akibat tidak memiliki biaya untuk perkuliahan. Ganjar juga mengaku memiliki hobi demonstrasi semasa kuliah. Ia pernah mendemo rektor UGM Koesnadi Hardjasoemantri.

Tamat kuliah, Ganjar Pranowo awalnya bekerja di lembaga konsultan HRD di Jakarta yaitu PT Prakasa. Karena pernah aktif di GMNI dan mengagumi Soekarno, maka Ganjar menjadi simpatisan PDI. Tahun 1996, ketika PDI konflik kepemimpinan, Ganjar mendukung Megawati. Ia kemudian memilih berkarier di politik lewat PDI-P yang dipimpin Megawati.

Tahun 2004, Ganjar menjadi anggota DPR menggantikan Jakob Tobing yang ditugaskan Preiden Megawati menjadi duta besar di Korea Selatan. Tahun 2009 ia terpilih menjadi anggota DPR dan dapat menyelesaikan pendidikan masternya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI.

Nama Ganjar disorot luas publik karena dugaan aliran dana kepadanya dalam kasus korupsi e-KTP. Nazaruddin selaku mantan Bendahara Umum Partai Demokrat dalam kesaksiannya dicecar soal kucuran dana ke Ganjar Pranowo. Kepada hakim, Nazar berkeyakinan bahwa Ganjar menerima uang dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Bahkan dia mengaku melihat sendiri penyerahan uang kepada Ganjar yang saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR. Ganjar menolak kesaksian Nazaruddin.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button