Baki MBG Masuk Ranah Syubhat: Bagaimana Sikap Muslim?

Dalam tulisan “Halal, Haram, dan Syubhat: Polemik Baki MBG dalam Tinjauan Islam”, penulis sampai pada kesimpulan bahwa Islam menekankan bahwa setiap muslim wajib berhati-hati terhadap apa yang dikonsumsi, karena makanan dan minuman yang halal-thayyib berpengaruh langsung terhadap kebersihan hati dan lahirnya akhlak mulia.
Dalam konteks polemik baki MBG, penggunaan minyak babi, baik sebagai bahan campuran maupun pelumas dalam proses pembuatan baki, menimbulkan konsekuensi hukum yang jelas. Jika benar baki terkontaminasi, maka ia wajib disucikan sesuai ketentuan penyucian najis mugallaẓah. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka makanan yang bersentuhan dengan wadah tersebut menjadi najis dan haram untuk dikonsumsi. Bahkan, apabila minyak babi digunakan sebagai bahan baku, maka hukumnya lebih berat lagi, yaitu haram digunakan, diperjualbelikan, maupun diimpor.
Sampai pada pembahasan ini, muncul sebuah pertanyaan lanjutan dari salah seorang teman santri: “Jika demikian, apakah berarti seorang muslim tidak perlu ikut makan MBG?”
Pertanyaan tersebut kemungkinan besar timbul karena adanya istilah syubhat yang telah disinggung penulis pada tulisan sebelumnya. Selain itu, penjelasan penulis mengenai status baki yang diisukan terkontaminasi minyak babi dapat menimbulkan kesan bahwa penggunaan baki tersebut termasuk perkara yang syubhat, sehingga sebaiknya dihindari oleh seorang muslim.
Awalnya, dalam menanggapi pertanyaan tersebut penulis menjawabnya “ya, seorang muslim tidak perlu ikut makan MBG.” Namun kemudian penulis jadi teringat satu uraian Imam Al-Gazālī dalam Kitāb al-Arba’īn Fī Uṣūl al-Dīn. Beliau menulis: “jangan pernah mempersulit dirimu sendiri dengan berkata: ‘Semua harta dunia itu haram…’ Lalu, kamu hanya merasa cukup dengan makan rumput seperti seorang petapa, atau kamu mengambil semuanya secara berlebihan tanpa membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Sebaliknya, ketahuilah dengan pasti bahwa yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal yang samar (syubhat).”
Baca juga: Halal, Haram, dan Syubhat: Polemik Baki MBG dalam Tinjauan Islam
Penulis sadar bahwa terlalu tergesa-gesa menjawab melarang seorang muslim untuk ikut makan MBG. Sebab ini adalah hanya salah satu pendapat dari para ulama terhadap permasalahan yang serupa. Sementara itu, masih ada banyak solusi lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dan diresapi.
Pengertian Syubhat
Syubhat berasal dari bahasa Arab Syubhah (شبهة). Secara bahasa berarti sesuatu yang diragukan/tidak jelas keadaannya akibat adanya keserupaan dan kebercampuran dengan yang lain.
Menurut Imam Al-Gazālī syubhat adalah perkara yang menjadi samar, yaitu ketika muncul dua keyakinan yang saling bertentangan, yang masing-masing berasal dari dua sebab yang sama-sama menuntut lahirnya keyakinan tersebut.
Konsep syubhat merujuk pada hadits yang diriwayatkan dari Al-Nu’man bin Basyir. Rasulullah Saw. bersabda:
الحَلالُ بَيِّنٌ، والحَرامُ بَيِّنٌ، وبيْنَهُما مُشَبَّهاتٌ لا يَعْلَمُها كَثِيرٌ مِنَ النّاسِ، فَمَنِ اتَّقى المُشَبَّهاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وعِرْضِهِ، ومَن وقَعَ في الشُّبُهاتِ: كَراعٍ يَرْعى حَوْلَ الحِمى، يُوشِكُ أنْ يُواقِعَهُ، ألا وإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، ألا إنَّ حِمى اللَّهِ في أرْضِهِ مَحارِمُهُ، ألا وإنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً: إذا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وإذا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، ألا وهي القَلْبُ.
“Yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, sedangkan di antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat yang tidak banyak diketahui oleh manusia. Maka siapa yang menjaga diri dari perkara syubhat, sungguh ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjatuh ke dalam perkara syubhat, ia bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia akan memasukinya. Ketahuilah, setiap raja memiliki wilayah larangan. Ketahuilah, wilayah larangan Allah di bumi-Nya adalah hal-hal yang Dia haramkan. Ketahuilah, di dalam tubuh ada segumpal daging; jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari).
Sumber-sumber Syubhat
Imam Al-Gazālī dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn menyebutkan bahwa terdapat lima sumber perkara syubhat. Namun dalam tulisan ini penulis hanya akan menyebutkan dua sumber tersebut yang menurut penulis relevan dengan topik tentang isu baki MBG.
Pertama, syubhat yang muncul akibat adanya keraguan mengenai status hukum suatu perkara, apakah halal atau haram. Keraguan ini dapat muncul dalam beberapa kemungkinan. Jika kedua kemungkinan, antara halal dan haram, berada pada posisi seimbang, maka hukum kembali pada apa yang telah diketahui sebelumnya; dengan kata lain, hukum asal tetap berlaku dan tidak ditinggalkan hanya karena adanya keraguan. Namun, jika salah satu kemungkinan lebih kuat karena adanya dalil yang sah, maka hukum mengikuti kemungkinan yang lebih kuat tersebut.