MUAMALAH

Bayarlah Upah Pekerja Sebelum Keringatnya Kering

Dalam Islam, pembahasan tentang upah termasuk dalam bahasan fikih muamalah berkenaan dengan ijarah (sewa menyewa).

Secara istilah, ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan (kompensasi). Yang menyewakan tenaganya kepada orang lain untuk dikaryakan berdasarkan kemampuannya dalam suatu pekerjaan disebut muajir atau ajir atau pekerja, sedangkan yang membayar disebut musta’jir atau majikan.

Yang termasuk di dalam akad ijarah adalah: (1) Akad untuk memperoleh manfaat barang, seperti menyewa rumah dan kendaraan. Maka yang diakadkan di sini adalah manfaat barang, (2) Akad untuk memperoleh manfaat kerja, seperti menjahit, bekerja di kantor/perusahaan, dan sebagainya yang diakadkan adalah manfaat kerja, (3) Akad untuk memperoleh manfaat orang, seperti pembantu rumah tangga, pengetam padi, office boy, dan sebagainya yang diakadkan adalah pemanfaatan usaha manusia.

Dalam transaksi ijarah, hal-hal yang harus jelas ketentuannya adalah terkait dengan bentuk dan jenis pekerjaan (na’u al-amal), masa kerja (muddatu al-amal), upah kerja (ujratu al ‘amal) dan tenaga yang dicurahkan saat bekerja (al-Juhd alladzi yubdzalu fil ‘amal).

Pertama, bentuk dan jenis pekerjaan. Dalam menentukan bentuk pekerjaan, disyaratkan agar ketentuannya bisa menghilangkan segala kekaburan (persepsi yang bermacam-macam), sehingga transaksi ijarah tersebut berlangsung secara jelas. Misalnya pekerjaan sebagai sopir, office boy, staf administrasi, pengawas, manajer, atau yang lainnya.

Kedua, masa kerja. Dari segi masa kerja yang ditetapkan maka transasksi ijarah, dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) Ada transaksi yang hanya menyebutkan takaran kerja pekerjaan yang dikontrak saja tanpa harus menyebutkan masa kerjanya, seperti menjahit pakaian dengan model tertentu atau jasa transportasi untuk mengantar sampai ke tujuan; (2) Ada transaksi ijarah yang hanya menyebutkan masa kerjanya tanpa harus menyebutkan takaran kerja, seperti mengontrak seseorang untuk memperbaiki rumah selama satu bulan; (3) Ada transaksi ijarah yang menyebutkan masa kerjanya sekaligus takaran kerjanya.

Ketiga, upah kerja. Upah dalam transaksi ijarah harus jelas, Rasulullah Saw bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak (tenaga) seorang ajir, maka hendaknya dia memberitahukan tentang upahnya.” (HR. Ad-Daruquthni dari Ibnu Ma’ud)

Upah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) Upah yang telah disebutkan (ajrun mutsama), syaratnya ketika disebutkan harus disertai kerelaan kedua pihak yang bertransaksi; (2) Upah yang sepadan (ajrul mitsli), yaitu upah yang sepadan dengan kerjanya serta sepadan dengan kondisi pekerjaannya jika akad ijarahnya telah menyebutkan jasa (manfaat) kerjanya. Yang menentukannya adalah para ahli (khubara’), bukan standar yang ditetapkan negara, juga bukan berdasarkan kebiasaan penduduk suatu negara.

Saat menentukan upah mitsli, harus diperhatikan tiga hal: (1) Bila perupahan mendatangkan manfaat, harus dilihat sesuatu yang manfaatnya menyamai manfaat yang dihasilkan itu. (2) Bila perupahan mendatangkan kerja, harus dilihat orang yang sepadan dengan buruh untuk pekerjaan itu. (3) Dilihat waktu perupahan dan tempatnya, sebab upah itu berbeda-beda karena perbedaan manfaat, kerja, waktu dan tempat.

Upah dalam transaksi ijarah boleh dibayar tunai dan tidak tunai, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, boleh dalam bentuk uang atau barang dan harus ditentukan sejelas-jelasnya dan dibayarkan segera. Rasulullah Saw bersabda: “Bayarlah upah pekerja itu sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar)

Keempat, tenaga yang dicurahkan saat bekerja. Transaksi ijarah dilakukan seorang mus’tajir dengan seorang ajir atas jasa dari tenaga yang dicurahkannya. Sementara upahnya ditentukan berdasarkan jasa yang diberikan/dihasilkannya.

Sementara besarnya tenaga yang dicurahkan saat bekerja bukanlah standar upah seseorang serta standar dari besarnya jasa yang diberikan. Sebab jika demikian tentunya upah seorang tukang becak harusnya lebih besar dibandingkan dengan upah yang diterima seorang manajer karena tenaga yang dicurahkan tukang becak lebih besar dibandingkan manajer. Oleh karena itu, upah merupakan imbalan dari jasa dan bukan imbalan dari tenaga yang dicurahkan.

Namun demikian, karena jasa berasal dari tenaga yang dicurahkan, maka dalam transaksi ijarah harus ditetapkan tenaga yang harus dicurahkan oleh pekerja, sehingga para pekerja tidak dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar kapasitasnya. []

(Shodiq Ramadhan)

Artikel Terkait

Back to top button