AKIDAH

Bencana dalam Pandangan Islam

Namun disisi lain, musibah atau bencana juga dapat menjadi penghapus dosa (kifarat) bagi hamba Allah yang sabar dan menerima takdir Allah dengan lapang dada. Nabi Muhammad saw bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah menimpa seorang mukmin suatu kesulitan, cobaan, gelisah dan kesedihan kecuali Allah hapuskan darinya dengan aneka musibah itu semua kesalahan-kesalahannya, sampai duri yang menusuknya pun diganjar seperti itu.” (HR Bukhari kitab al-Maradl no.5641-5642 dan Muslim kitab al-Birru wa al-Shilah no.2573).

Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata, “Maukah aku kabarkan kalian dengan ayat paling utama di dalam Kitabullah yang disampaikan oleh Rasulullah saw kepada kami, yaitu dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Beliau Saw bersabda, Aku akan menafsirkannya untukmu wahai Ali, “Apapun yang menimpa kalian berupa penyakit, siksaan, atau bencana di dunia, maka itu semua akibat perbuatan kalian, dan Allah lebih bijak dari pada mengulangi siksaannya atas kamu nanti di akhirat. Dan apa yang telah Allah maafkan di dunia, maka Allah lebih bijak untuk kembali (menyiksamu) setelah dimaafkannya.” (HR Ahmad dan Ibnu Abi Hatim dengan redaksi marfu’ dari Rasulullah saw tapi dinilai dhaif karena Azhar bin Rasyid al-Kahili, salah satu perawinya, dilemahkan oleh Ibnu Ma’in, Abu Hatim dan Ibnu Hajar, yang shahih adalah redaksi mawquf dari Sayidina Ali ra riwayat al-Hakim).

Kezaliman kita terhadap diri sendiri dan juga terhadap hak-hak Allah dan alam semesta sungguh terlampau banyak. Kita patut bersyukur bahwa Allah tidak membinasakan kita semua karena kemaksiatan yang kita perbuat, sebab “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (Q.s. An-Nahl: 61)

Di dalam ayat lain yang senafas, Allah ta’ala juga menegaskan, Dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (Q.s. Fathir: 45)

Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (vol.11/34) menulis, “Bencana kekurangan buah-buahan dan dan tanam-tanaman itu disebabkan merebaknya kemaksiatan”. Abul ‘Aliyah berkata, siapa yang bermaksiat kepada Allah di bumi maka ia telah berbuat kerusakan di bumi, karena kebaikan dan keberkahan bumi dan langit itu terjadi karena ketaatan hamba kepada Allah.

Oleh sebab itulah Rasulullah saw menyatakan dalam sabdanya, “Satu hudud yang ditegakkan di bumi itu lebih disenangi dan memberi keberkahan untuk penduduknya dari pada mereka diberikan hujan selama 40 hari” (HR Ahmad dalam al-Musnad vol.2/362 dan an-Nasai vol.8/75 dari Abu Hurairah ra).

Hal itu karena, jika hudud (hukuman badan –bukan kurungan badan-) itu diterapkan maka kebanyakan umat manusia akan menjauhi perkara-perkara haram seperti mencuri, berzina, meminum khamr dan lainnya sehingga aman dan sejahteralah hidup manusia. Sebaliknya jika aneka maksiat dikerjakan maka itu adalah penyebab hilangnya pelbagai keberkahan hidup dari langit dan bumi.

Jika seorang manusia tidak beriman dengan baik, maka ia akan terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan. Kejahatan itu tidak hanya dirasakan dampak negatifnya untuk dirinya sendiri, melainkan kerap kali merugikan/membahayakan orang banyak, merusak fasilitas umum, mengurangi kualitas infrastruktur, tidak terpenuhinya standar pelayanan berkualitas, bahkan dapat merusak ekosistem dan membunuh binatang. Kekufuran yang berujung kepada kemaksiatan memang menyengsarakan banyak makhluk Allah. Sehingga wajar jika Rasulullah saw bersabda, “Jika orang jahat (ahli maksiat) meninggal dunia sungguh hamba-hamba Allah, negeri-negeri, pohon dan binatang merasa senang dan beristirahat dari kejahatannya” (HR Bukhari no. 6512).

Akhirnya, marilah kita perbaiki kualitas hubungan kita dengan Allah ta’ala agar kualitas hubungan timbal balik kita dengan masyarakat dan alam lingkungan sekitar kita juga dapat diperbaiki dan berjalan secara harmonis. Wallahu a’lam. [Fahmi Salim]

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button