SUARA PEMBACA

BPJS Kesehatan; Antara Harapan dan Kenyataan

BPJS Kesehatan yang merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial akhir-akhir ini menuai kontroversi. Bagaimana tidak, masyarakat yang menjadi peserta dari adanya BPJS Kesehatan tersebut merasa keberatan dengan adanya sosialisasi mengenai urun biaya yang akan ditetapkan pemerintah. Kezaliman demi kezaliman semakin tampak dan semakin dirasakan rakyat.

BPJS Kesehatan mengklaim telah menyetorkan rekomendasi terkait pelayanan jaminan kesehatan yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan ke Kementrian Kesehatan.

Jika disetujui, usulan tersebut akan menarik urun biaya ke peserta. Namun, Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf, mengaku tak bisa merinci jenis-jenis layanan yang seperti apa yang diusulkannya. Yang pasti, layanan yang diusulkan adalah berdasarkan selera dan perilaku peserta.

Menurutnya, banyak peserta BPJS Kesehatan yang memilih rumah sakit kelas atas dibanding dengan rumah sakit kelas bawah. Sehingga aturan mengenai urun biaya bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat yang selalu menginginkan dokter spesialis. Tak mudah mengubah hal tersebut kalau tidak menggunakan aturan, jelasnya. (CNN Indonesia, 22/01/2019)

Peserta BPJS Kesehatan yang berpotensi menyalahgunakan layanan akan dikenakan urun biaya sesuai aturan yang ada. Aturan tersebut akan dibedakan antara rawat inap dan jalan. Untuk rawat jalan dimulai dari 10 ribu hingga 350 ribu. Secara rinci, untuk rumah sakit kelas A dan kelas B akan dipatok sebesar 20 ribu per sekali kunjungan dan rumah sakit kelas C dan kelas D akan dipatok sebesar 10 ribu klinik utama serta paling tinggi sebesar 350 ribu untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu tiga bulan. Lalu, untuk peserta yang melakukan rawat inap akan dikenakan biaya lebih dari 10 persen dari total pelayanan. BPJS Kesehatan akan membayarkan klaim rumah sakit dikurangi besaran urun biaya tersebut. Urun biaya dibayarkan oleh peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam program jaminan kesehatan.

Kemenkes tak hanya menerima usulan dari BPJS Kesehatan, melainkan juga dari organisasi profesi, asosiasi fasilitas kesehatan, dan akademisi. Pemberi usulan bersama Kemenkes nantinya akan mengkaji bersama mengenai pelayanan mana saja yang berpotensi disalahgunakan.

Menurut BPJS Watch, aturan mengenai urun biaya BPJS Kesehatan ini tidak tepat sasaran. Menurutnya, penyalahgunaan layanan kesehatan tidak hanya dari peserta, namun juga dari pihak rumah sakit dan dokter. Hal tersebut didasarkan pada aduan seorang ibu yang diterima BPJS Watch. Ia mengatakan bahwa dirinya dipaksa dokter di suatu rumah sakit untuk melakukan operasi persalinan caesar, padahal ia mengkaliam mampu melakukan persalinan normal. Dari hal tersebut, ternyata diketahui bahwa persalinan caesar yang harganya lebih tinggi di-cover oleh BPJS Kesehatan, sedangkan persalinan normal tidak. Padahal di-cover juga, tutur Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar. (CNN Indonesia, 21/01/2019)

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi mengatakan langkah tersebut sudah baik dalam hal efisiensi dan mencegah kecurangan yang dilakukan beberapa oknum. Ia menilai, langkah tersebut dinilai dapat mengefisiensi BPJS Kesehatan baik dari tindakan medis maupun efisiensi untuk mencegah defisit keuangan BPJS Kesehatan. (Republika.co.id,18/01/2019).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button