NASIONAL

DPR Bahas RUU Ciptaker, Netty: Kenapa Harus Tergesa-gesa?

Jakarta (SI Online) – Keputusan Badan Legislatif DPR RI untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah situasi bencana nasional menuai reaksi anggota Komisi IX Netty Prasetiyani.

“Seharusnya DPR berempati dengan suasana kebatinan masyarakat saat ini,” kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Rabu malam 15 April 2020.

Netty mengatakan, saat ini rakyat sedang bertahan hidup di tengah segala pembatasan dan keterbatasan. Korban jiwa dan kerugian material semakin bertambah besar.

BACA JUGA: COVID-19 Mewabah, FPKS Minta Pembahasan RUU Ciptaker Ditunda

“Kita perlu memfokuskan energi untuk mengalahkan pandemik Covid-19, jangan dulu membahas Omnibus Law. Bukankah dalam kondisi normal saja RUU ini sudah banyak menimbulkan kegelisahan dan kepanikan kaum pekerja,” ungkap Netty.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS ini, pembahasan sebuah rancangan undang-undang harus melibatkan publik, baik pakar, akademisi, praktisi maupun masyarakat yang dapat terdampak dengan diberlakukannya peraturan ini.

“Kenapa harus tergesa-gesa? Saya hanya khawatir pemaksaan ini karena ada kepentingan tertentu yang diperjuangkan,” ungkapnya.

Politisi dari Dapil Awa Barat VIII ini mengatakan, sejak awal RUU ini dimunculkan dirinya sudah mengingatkan pemerintah agar transparan, berpihak pada kepentingan pekerja dan gunakan pendekatan win-win solution. Jangan sampai ada penumpang gelap yang tidak berbayar tapi mendapat keuntungan besar.

Menurut Netty, hasil diskusi dan masukan dari berbagai kalangan menunjukkan masih banyak pasal-pasal yang perlu dibenahi. Di antaranya terkait upah minimum kota/kabupaten, ketentuan pesangon, menjebak kaum buruh dalam status outsourcing seumur hidup, melegalkan tenaga kerja asing tak terdidik masuk ke Indonesia, menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha, hilangnya jaminan sosial bagi kaum pekerja serta memudahkan terjadinya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Selain itu, kata Netty, pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jabodetabek dan anjuran stay at home membuat masyarakat tidak bisa leluasa beraktivitas dan melakukan pemantauan terhadap pembahasan RUU sensitif ini.

“Bagaimana pekerja menyampaikan pendapatnya secara langsung jika keberatan dengan bunyi pasal. Jangankan berdemo, berkumpul lebih dari empat orang saja bisa dibubarkan,” kata dia.

red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button