NASIONAL

Fraksi PKS Tolak Rencana Unbundling PLN ala Erick Thohir

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR-RI Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, menolak rencana Menteri BUMN Erick Thohir untuk membatasi layanan PLN hanya pada aspek transmisi listrik.

Menurut Mulyanto, ide pembatasan layanan PLN tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Kelistrikan dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2016 terkait listrik.

Menurut MK, bisnis unbundling yang menyerahkan sebagian pengusahaan listrik ke pihak asing membuka peluang lemahnya penguasaan negara dalam sektor ini. Kalau itu terjadi, maka unbundling bisnis listrik akan bertentangan dengan konstitusi.

“Listrik adalah sumberdaya strategis terkait hajat hidup orang banyak. Bukan sekadar komoditas ekonomi. PLN dapat melaksanakan bisnis listrik secara terintegrasi, mulai dari produksi, transmisi hingga distribusi,” ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/01/2020).

Mulyanto minta Pemerintah jangan memaksa dengan meng-unbundling bisnis PLN hanya pada transmisi dan menyerahkan fungsi lainnya kepada swasta.

Model kerjasama “take or pay” dimana PLN diwajibkan membeli hasil produksi listrik dari pembangkit swasta dengan harga yang belum tentu murah akan memberatkan keuangan perusahaan plat merah tersebut.

“Dengan kebijakan unbundling ini dimana berlaku ketentuan “take or pay” Pemerintah seolah secara bertahap ingin menyuntik mati PLN karena PLN diwajibkan membeli listrik swasta. Padahal harga yang ditawarkan tersebut belum tentu efisien,” ungkap anggota Komisi VII DPR RI dari Dapil Banten III itu.

Mulyanto menegaskan, Pemerintah seharusnya memperkuat PLN yang notabene perusahaan milik negara bukan malah membebani dan membatasi kemampuannya untuk berkembang. Selama ini ia melihat pemerintah terlalu memanjakan pihak independent power producer (swasta).

Dalam proyek pembangkit listrik 35 ribu MW, Pemerintah memberikan porsi 25 ribu MW kepada pihak swasta. Diperkirakan dari 25 ribu MW yang diserahkan kepada swasta tersebut 75%-nya dikelola oleh perusahaan asing.

“Dengan kondisi hari ini yang surplus listrik, terlanjur komitmen untuk program 35 ribu MW dan demand yang lesu dari industri, ditengarai akan makin menekan keuangan BUMN listrik nasional kita,” kata Mulyanto.

Mulyanto mengingatkan, saat ini utang PLN makin menumpuk dengan kewajiban membayar cicilan dan bunga yang berat. Liabilitas PLN di 2017 Rp466 triliun, dan di 2018 meningkat menjadi Rp565,7 triliun. Angka ini diperkirakan akan naik di tahun 2019.

“Praktis tanpa subsidi dan kompensasi dari Pemerintah, tidak ada laba yang dapat dicatat PLN. Kalaupun muncul laba, karena dana subsidi dan kompensasi, maka nilainya masih jauh di bawah 5% dari pendapatan,” pungkasnya.

red: shodiq ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button