SUARA PEMBACA

Halalan Thayyiban dengan Sekulerisme?

Pemerintah terus mengembangkan Kawasan Industri Halal (KIH). Saat ini terdapat beberapa kawasan yang sudah mendapat izin menjadi KIH seperti KIH Modern Cikande, Banten, dan KIH Sidoarjo, Jawa Timur (harianaceh.co.id/2021/05/19).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Halal Bihalal dengan media secara virtual, Rabu (19/5), menjelaskan, membangun kawasan industri terutama KIH harus memperhatikan pembangunan ekosistemnya.

“Di antaranya sertifikasi kehalalan produk. Pengembangan kawasan ekonomi atau industri harus berbasis komoditas atau sektor. Antara lain makanan dan minuman, fashion, garmen, serta sektor penunjangnya, ini akan dilihat di kawasan tersebut, orientasinya tidak hanya di dalam negeri tapi juga ekspor.”

Maka faktor yang harus diperhatikan dalam membangun KIH, lanjutnya, adalah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang  perlu menyiapkan sistem lebih baik. Tujuannya agar semua feasibility atau kelayakannya bisa dilihat berdasarkan komoditas yang menjadi bahan baku.

“LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) diberikan pelatihan oleh Kemenag agar kemampuan asesornya bisa didorong. Lalu MUI (Majelis Ulama Indonesia) sesuai amanat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, bisa selesaikan sidang fatwanya dalam waktu tiga hari setelah berkas lengkap,” jelas Airlangga.

Undang-Undang Cipta Kerja, yang disahkan Oktober 2019, diklaim pemerintah mampu menunjang Indonesia menjadi pemain utama Global Halal Hubungan  atau Pusat Industri Halal Dunia. ini terbukti dari kemudahan mendapatkan sertifikat jaminan produk halal.

Sekretaris Kementerian Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, UU Cipta Kerja akan membuka jalan bagi Indonesia untuk bersaing dengan produk ekspor halal dunia, selain memanfaatkan potensi pasar dalam negeri yang sangat besar. Dalam Bab III UU Cipta Kerja, dibahas terkait peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, yang pada bagian keempat pasal 48, menyinggung pengaturan terkait Jaminan Produk Halal (JPH).

Ada perluasan Lembaga Pemeriksaan Halal (LPH), yang selama ini dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). LPH ini sekarang bisa dilakukan oleh Ormas Islam, PTN, dan PTS di bawah lembaga keagamaan atau Yayasan Islam. Hal ini karena pekerjaan yang dilakukan LPH sangat besar dan akan menanggung beban yang besar pula, terkait UMK saja jumlahnya ada 64,1 juta.

Untuk UMK, ada pembebasan biaya sertifikasi halal, diharapkan dengan pembebasan ini  usaha kecil bisa mengikuti kewajiban sertifikasi halal untuk menunjang target pemerintah menjadi pemain inti Global Halal Hub.

UU Cipta Kerja juga menjamin percepatan dalam proses penerbitan sertifikasi halal. Susiwijono mengungkapkan sekarang proses sertifikasi memiliki kepastian waktu dalam penerbitan sertifikat halal. “Pengujian produk oleh auditor halal dilakukan paling lama 15 hari kerja,” katanya.

Selain  sertifikasi produk halal, UU Cipta Kerja secara tidak langsung juga mendukung kemudahan investasi yang masuk untuk industri halal. Berupa pengembangan dan regulasi di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dan sudah banyak negara yang tertarik, “Dua kawasan yang sudah dalam proses verifikasi kawasan industri halal, yaitu Kawasan Industri Modern Cikande di Serang, Banten, kemudian Kawasan Industri Safe N Lock di Sidoarjo, Jawa Timur,” katanya.

Pemerintah  juga sedang menyiapkan kerangka regulasi terkait kemudahan yang akan ditawarkan pada para investor industri prioritas untuk sektor industri halal ini, baik insentif fiskal maupun non-fiskal. Sebab sudah ada empat kawasan lagi yang sedang persiapan, yaitu  kawasan industri Bintan Inti, Batamindo, Surya Borneo, dan Jakarta Pulogadung. Ini belum termasuk rencana pembentukan klaster industri halal khusus di kawasan industri yang sudah ada. Bisa dipastikan,  kemudahan fiskalnya  terutama  berkaitan dengan tidak dikenakan pajak, tidak dikenakan biaya masuk, cukai, ekspor, impor, semuanya dibebaskan (lokadata.id, 27/11/2020).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button