OPINI

Indeks Kebahagiaan Meningkat, Rakyat Sejahtera?

Jika kebahagiaan masyarakat diukur berdasarkan kepuasan materi yang mereka dapatkan, pertanyaan selanjutnya adalah berapa standar minimal nominal materi untuk mencapai kebahagiaan? Parameter semacam ini tidaklah mengherankan di sistem kehidupan yang serba kapitalistik. Bagi kapitalisme, standar bahagia adalah mendapat kenikmatan materi sebanyak-banyaknya.

Lantads, bagaimana kecukupan materi dalam realitas kehidupan masyarakat? Apakah kesepuluh aspek esensial tersebut mudah mereka akses dan nikmati?

Fakta Kesejahteraan

Jika indeks kebahagiaan masyarakat mengalami peningkatan, bagaimana dengan indeks kesejahteraannya? Pasalnya,  masih banyak kalangan masyarakat yang kesulitan mendapat akses layanan kesehatan yang optimal. Potret pendidikan di Indonesia juga masih belum merata baik dilihat dari aspek sarana dan prasarana, biaya, dan kualitas tenaga pendidiknya. Berdasarkan jenjang pendidikan, sebanyak 59,19 ribu jiwa atau hanya 0,02% penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga jenjang S3.

Kemudian, sebanyak 822,47 ribu jiwa atau 0,03% penduduk yang berpendidikan hingga S2. Lalu, penduduk yang berpendidikan hingga S1 sebanyak 11,58 juta (4,25%). Sedangkan yang tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 64,84 juta jiwa (23,82%). Sebanyak 31 juta jiwa (11,39%) penduduk yang belum tamat SD, serta 63,49 juta jiwa (23,32%) yang tdak/belum sekolah. (katadata.co.id, 20/11/2021)

Pandemi yang sudah berjalan hampir dua tahun juga turut menyumbang tingginya angka pengangguran di Indonesia. Belum lagi angka perceraian yang membayangi keharmonisan keluarga. Kriminalitas serta kekerasan seksual yang begitu marak adalah gambaran problematik yang  cukup menggambarkan bahwa masyarakat belumlah benar-benar bahagia.

Indeks kebahagiaan dan kesejahteraan mestinya diukur secara riil per individu. Apakah setiap individu sudah benar-benar tercukupi kebutuhan asasinya? Apakah negara sudah benar-benar memastikan setiap kepala keluarga dapat menafkahi keluarganya secara layak dan cukup?

Untuk mengetahui realitas sesungguhnya, mengambil sampel dengan menyurvei sebagian kecil masyarakat belum mewakili realitas yang terjadi. Karena perhitungan seperti ini tidak akan menggambarkan fakta tingkat kesejahteraan di masyarakat.

Di Jawa Timur khususnya, berdasarkan data Dindik Jatim yang pernah dipublkasikan  akhir Juli 2019 lalu, ada 14 ribu anak usia SMA di Jatim yang putus sekolah. BPS Jatim juga mencatat hingga Agustus 2021, angka pengangguran di Jawa Timur mencapai 1,28 juta orang.

Keharmonisan keluarga di Jatim juga terancam dengan tingginya angka perceraian. Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jatim, sepanjang 2020, ada sebanyak 18.034 perkara cerai yang diajukan ke pengadilan agama di 38 kabupaten/ kota di Jatim. Dari jumlah itu, 9.386 perkara di antaranya dikabulkan hakim. (republika.co.id, 18/6/2021). Deretan angka ini sangat kontradiktif dengan sebutan Jatim sebagai provinsi paling bahagia di Pulau Jawa.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button