Ini Tiga Syarat Agar Umat Islam Mampu Bersaing di Bidang Ekonomi
Jakarta (SI Online) – Kemajuan hidup seringkali berbanding lurus dengan penguasaan ekonomi. Mereka yang kaya dapat mewujud sebagai negara maju atau suatu kelompok yang memiliki pengaruh dalam berbagai keputusan strategis.
Di Indonesia, penguasaan ekonomi tidak diraih oleh umat Islam dan penduduk asli. Tak heran, umat Islam dan penduduk asli sering menjadi kelompok yang kalah dalam persaingan dunia.
Agar umat Islam dan penduduk asli berjaya, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Buya Anwar Abbas mengatakan perlu perubahan mendasar terkait mental dalam melihat dunia dan ekonomi.
“Secara global hari ini umat Islam lebih sibuk mengurusi akhiratnya tapi lupa mengurusi dunianya. Sementara orang lain lebih sibuk mengurusi dunianya tapi lupa mengurusi akhiratnya. Sehingga yang kita lihat hari ini adalah ketimpangan secara global, umat Islam berada di daerah-daerah yang terbelakang dan berkembang, sementara mereka yang ada di daerah maju adalah para pengejar dunia,” ungkap Buya Anwar Abbas dalam Gerakan Subuh Mengaji ‘Aisyiyah Jawa Barat, Ahad (02/01/2021)
Buya Anwar Abbas mengutip Surat Al-Qashash ayat ke-77 yang patut menjadi pegangan umat Islam agar di samping mengejar akhirat, tetap tidak lupa untuk mengelola kehidupan dunia.
Mengutip kenangan kisahnya bersama mendiang pebisnis sukses Ir. Ciputra, Buya Anwar Abbas mengaku prihatin dengan keadaan ekonomi umat muslim dan penduduk asli yang tidak lain terjadi akibat diri mereka sendiri.
“Untuk memajukan ekonomi itu tidak mudah karena untuk mencetak pengusaha-pengusaha besar itu diperlukan tiga syarat, sementara penduduk asli dan umat Islam tidak punya,” kata Buya Anwar.
Menurut Buya Anwar, tiga syarat itu adalah orangtua, lingkungan, dan guru.
Faktor pertama adalah orangtua yang mendorong dan mencetak anak-anaknya untuk menjadi entrepreneur. Penduduk asli dan umat muslim menurut Anwar masih terkungkung pada mental pegawai atau mendorong anak-anaknya menjadi pekerja jasa.
“Kedua, lingkungan kita tidak mendukung. Sehari-hari kita bicara politik, sosial, hukum. Jarang sekali yang bicara ekonomi dan bisnis,” jelas Buya Anwar.