LAPORAN KHUSUS

Jalaluddin Rahmat Terpojok di Milenium

Story Highlights
  • Laporan ini pernah dimuat di TABLOID SUARA ISLAM pada 2015 lalu, yang memuat ulang laporan pada 17 Desember 2012 di SUARA-ISLAM.COM. Dengan sejumlah pertimbangan, tulisan ini kami muat kembali di SUARAISLAM.ID. Selamat membaca!

Jalaluddin Rahmat, dedengkot Syiah Indonesia keteteran menghadapi argumentasi dan bantahan ilmiah yang dilontarkan ustaz muda, Fahmi Salim, yang juga Wakil Sekjen MIUMI dan Anggota Majelis Tarjih Tajdid PP Muhammadiyah.

Mukanya terlihat merah seperti menahan amarah, geraknya terlihat panik kurang tenang. Tak cukup sambil duduk, Jalaluddin Rahmat (66) yang ketika itu mengenakan baju hitam lengan panjang dan celana abu-abu, harus berdiri. Suaranya meninggi tapi agak gemetar. Sekitar 30 orang yang menyaksikan adegan itu pun terdiam.

Anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat Ustaz Fahmi Salim (35) masih merekam peristiwa tiga tahun lalu itu, tepatnya pada Senin 17 Desember 2012 di Ruang Melati, Hotel Milenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Fahmi hadir dalam acara itu sebagai pembanding atas buku berjudul “40 Masalah Syiah” karya istri Jalal, Emilia Renita Az, yang hari itu dibedah oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Agama (Balitbang Kemenag).

Fahmi mengaku, hari itu merupakan pertemuan keduanya dengan Jalal. Sebelumnya, dia telah bertemu dengan Jalal di PP Muhammadiyah dalam diskusi rekonstruksi hubungan Sunni-Syi’i.

Baca juga: Tokoh Syiah Indonesia Jalaluddin Rahmat Meninggal Dunia

Hari itu, seyogyanya yang akan membedah buku setebal 240 halaman itu adalah penulisnya sendiri, Emilia. Sayang, Emilia masih berada di Karbala.

Namun demikian, peran Jalal dalam penyusunan buku itu juga tidak sedikit. Selain sebagai editor, ia mengaku juga melakukan berbagai tugas dalam penyusunan buku ini. “Saya masuk ke dalam buku ini sebagai penyunting, penggunting, pembanding dan pembanting,” katanya.

Sementara istrinya, dalam kata pengantarnya malah menuliskan, “(sebetulnya, saya malu kalau saya claimed, buku ini hasil saya sendiri padahal suami saya kerja lebih keras dari saya!!…)”. Artinya, buku ini memang tidak murni karya Emilia, ada saham Jalal di sana.

Dalam pemaparannya, Jalal tidak menjelaskan seluruh isi buku itu. Menurutnya, perbedaan antara Sunni dan Syi’i banyak yang tidak esensial. Soal nikah mut’ah contohnya, kata Jalal, tidak esensial. Maka, Jalal hanya membahas satu persoalan saja yang merupakan perbedaan esensi (mendasar) antara Sunni dan Syi’i, yakni tentang wasiat Rasulullah kepada Ahlul Bayt.

Intinya, kata Ketua Dewan Syura Ikatan Ahlul Bait Indonsia (Ijabi) itu, Syiah meyakini Rasulullah berwasiyat kepada Ahlul Bayt dalam soal kepemimpinan, sementara Ahlussunnah tidak meyakini. Dari konsep inilah kemudian konsep-konsep lainnya menjadi berbeda. Itu saja yang dijelaskan Jalal dalam sesi pemaparan. Padahal isi buku yang dibedah itu sangatlah luas, yang mencakup soal: Al-Qur’an, hadits, akidah, dan fiqh.

Berbeda dengan Jalal, giliran mendapatkan waktu untuk menyampaikan tanggapan, Ustaz Fahmi Salim ternyata menyampaikan secara komprehensif. Kesempatan itu digunakan Fahmi untuk menyampaikan kritik dan beragam koreksi atas banyakanya kekeliruan dalam buku yang dijadikan sebagai panduan dakwah anggota Ijabi itu.

“Buku ini tipis, tapi banyak sekali mengutip buku-buku yang ditulis ulama-ulama Ahlusunnah. Harapan saya Ibu Emilia ini bisa hadir sekedar untuk memverifikasi apakah beliau betul-betul sudah melihat catatan-catatan kaki yang ditulis dalam kitab-kitab Ahlusunnah,” kata master dalam bidang tafsir Al-Qur’an dari Universitas Al Azhar, Kairo ini.

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button