LAPORAN KHUSUS

Jalaluddin Rahmat Terpojok di Milenium

Story Highlights
  • Laporan ini pernah dimuat di TABLOID SUARA ISLAM pada 2015 lalu, yang memuat ulang laporan pada 17 Desember 2012 di SUARA-ISLAM.COM. Dengan sejumlah pertimbangan, tulisan ini kami muat kembali di SUARAISLAM.ID. Selamat membaca!

Maka Fahmi pun secara kritis menyampaikan catatan-catatannya. Menurutnya, sebagai buku resmi panduan dakwah anggota Ijabi, buku karya Emilia itu hadir bukan untuk mendamaikan tetapi malah mengundang konflik antara Sunni dan Syiah. Sebab dalam buku itu berserakan fitnah dan hujatan kepada istri dan sahabat Nabi Saw. “Selain memperkosa teks ayat dan hadits yang diarahkan untuk menopang ideologi mereka,” ungkapnya.

Pada halaman 43 buku itu, penulis menukil sebuah hadits tentang Aisyah yang ceroboh meletakkan sahifah di bawah tempat tidurnya, sehingga ketika Rasulullah meninggal sahifah itu tidak terurus dan kemudian masuklah kambing ke dalam dan memakannya. Ini dilakukan Emilia untuk membuktikan tuduhannya tentang adanya tahrif dalam hadits-hadits sahih kaum Sunni.

Menurut Fahmi, riwayat hadits yang ada tambahan “Masuklah kambing ke dalam dan memakannya” adalah riwayat yang dhaif, karena ada perawi yang majhul dan pendusta. Apalagi hadits itu hanya ada dalam riwayat Ibnu Majah.

“Ini adalah tambahan yang dibuat oleh Syiah Rafidhah. Syiah Rafidah ini beda dengan Syiah Zaidiyah. Mereka menolak keimamahan Abu Bakar dan Umar. Mencaci maki mereka, mencela, mengkafirkan mereka. Ini karakter khusus Syiah Rafidhah. Menurut para ulama, Syiah Rafidhah ini julukan untuk Syiah Imamiyah Istna Asyariyah,” jelasnya.

Menurut Fahmi, dalam Sahih Muslim tidak ditemukan tambahan itu. Riwayat Ibnu Majah tidak bisa disamakan dalam satu catatan kaki sehingga seolah-olah riwayat Muslim sama dengan Ibnu Majah. Ini bisa membuat orang berkesimpulan ini sama. Padahal jika diteliti tidak demikian.

“Kita memang harus berhati-hati dan berkeringat dulu membaca buku ini untuk menelitinya. Jangan langsung diterima,” kata Fahmi yang juga Wakil Sekjen MIUMI ini.

Ketidakjujuran intelektual dan ilmiah juga dipertontonkan penulis buku ini di halaman 54. Ketika membahas tentang hadits 12 khalifah, Emilia mengritik Imam Ibn Hajar Al Asqalani dengan kalimatnya, “Dalam kebingungannya, Ibn Hajar al-Asqalani menulis, “Aku tidak menemukan seorang pun yang mengetahui secara pasti arti hadits ini”. Emilia lantas menulis, “Aneh juga kalau ahli hadits sebesar Ibn Hajar tidak memahami arti hadits ini, padahal nama-nama dua belas imam diriwayatkan banyak sekali dalam khazanah Ahlussunah.”

Yang dimaksud ulama Ahlussunah yang telah meriwayatkan bayak hadits terkait dengan masalah ini, menurut Emilia, adalah Al-Qanduz al-Hanafi, penulis buku Yanabi’ al-Mawwadah.

“Hebat kutipan ini. Ulama hadits selama 1400 tahun tidak pernah menyebutkan dalam kitab hadits, sekarang ada ulama abad 15 yang menyebut ada banyak ulama Ahlussunah menulis nama 12 imam dan hanya menyebut satu orang, Al Qanduzi Al Hanafi,” sindir Fahmi.

Lantas, Fahmi pun mulai membuka tabir siapa sesungguhnya Al Qanduzi al-Hanafi itu?. Di hadapan peserta diskusi, dengan gamblang dan disertai bukti-bukti kitabnya, Fahmi membeberkan bahwa Al Qanduzi al-Hanafi bukanlah ulama Sunni melainkan tokoh Syiah.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button