Jangan Lupa Gagalkan Coldplay
Setelah batal rencana pertemuan aktivis dan komunitas LGBT se-Asia Tenggara di Jakarta akibat penolakan umat Islam, saatnya penolakan serupa gencar dilakukan untuk membatalkan konser group band Coldplay yang juga memiliki misi serupa mengkampanyekan LGBT. Sejenis penyakit menular yang berbahaya bagi bangsa khususnya generasi muda.
Sebagai negara Pancasila yang berbasis Ketuhanan Yang Maha Esa, maka tidak patut konser yang mengkampanyekan LGBT diterima di Indonesia. Alasan seni, hiburan atau bisnis harus dikesampingkan. Perbuatan LGBT dikutuk oleh semua agama. Buktikan bahwa negara Pancasila memiliki wibawa dan martabat di dunia. Siapapun harus menghargai atau menghormati bangsa Indonesia dengan falsafah kenegaraannya.
Konser Coldplay memang masih cukup lama bulan Nopember tetapi penolakan harus tetap digaungkan agar kelak ketika gagal maka tidak terkalu banyak pihak dirugikan. Siap dengan antisipasi dari dampak kegagalan atas terlaksananya konser di Indonesia.
Ada tiga aspek yang menjadi dasar penolakan atau desakan pembatalan konser Coldplay, yaitu:
Pertama, aspek budaya dan agama. Budaya bangsa Indonesia tidak memberi ruang pada LGBT. LGBT berbasis pada budaya yang liberalistik, sarwa bebas. Begitu juga dengan agama, tidak ada satu agama pun yang diakui membolehkan LGBT. Pancasila adalah dasar dari keberlakuan budaya dan agama-agama.
Kedua, aspek politik dan keamanan. Kampanye LGBT merupakan serangan politik untuk melemahkan daya tahan bangsa. Penguasa yang permisif menjadi mitra asing dalam menghianati negara. LGBT yang dilindungi berpotensi perlawanan dan ini artinya kerusuhan. Keamanan negara terancam.
Ketiga, aspek hukum dan HAM. Perkawinan sejenis itu melawan kodrat dan melawan hukum. Tidak aturan perundang-undangan yang membenarkan LGBT. Pelaku LGBT tidak bisa dilindungi atas dasar HAM. LGBT bukan HAM tetapi penyimpangan atau penyakit. Melindungi HAM justru dengan mencegah dan menindak LGBT.
Grup Band Coldplay khususnya vokalis Chris Martin memang percaya diri dan sudah mem”branding” diri sebagai juru kampanye LGBT. Tanpa perlawanan serius konser-konser yang diadakan di berbagai belahan dunia akan sukses menjadi sarana dari misi joroknya. Musik dan hiburan adalah tunggangan yang menarik.
Belajar dari sukses menggagalkan pertemuan aktivis dan komunitas LGBT di Jakarta maka masyarakat khususnya umat Islam harus berjuang kembali untuk menggagalkan pertunjukan musik Coldplay. Ketika mereka mengusik moralitas bangsa, maka kita harus membatasi kebebasan mereka.
Coldplay tidak memiliki alasan untuk diistimewakan. Jika mereka nekad maka masyarakat berhak mengusirnya. Jika pemerintah melindungi maka harus di demo keras pemerintah yang dinilai pro LGBT. Jika Menteri Sandiaga Uno teriak membela, maka desak Uno untuk mundur. Jika perlu tempuh jalur hukum untuk menghukum arogansinya.
Ke depan memang seperti apa yang pernah dikemukakan oleh Ketum DTN PA 212 KH Abdul Qohar bahwa perlu adanya aturan perundang-undangan yang melarang kampanye LGBT. Nampaknya seruan ini harus didukung dan direalisasikan.
Sebagai negara bermoral, maka penting ada pencanangan program atau gerakan “Indonesia bebas LGBT”. Hal ini dimaksudkan agar ke depan dapat dicegah perilaku menyimpang LGBT dan dicegah pula penularan dahsyat dari penyakit LGBT ini. []
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 16 Juli 2023