LAPORAN KHUSUS

Lima Semester Anita Tanggalkan Jilbabnya

Story Highlights
  • PENGANTAR REDAKSI: Tabloid Suara Islam edisi 173, 31 Januari-14 Februari 2014 M, menjadikan kasus pelarangan jilbab siswi SMAN 2 Denpasar, Bali, Anita Whardani, sebagai laporan utama. Redaksi memandang laporan ini nampaknya sangat kontekstual untuk dilansir kembali di Suara Islam Online. Berikut laporan selengkapnya:

Ancaman Sanksi

Kasus pelarangan jilbab di SMAN 2 Denpasar, Bali, mencuat pada pekan pertama Januari 2014. Anita Whardani disuruh pindah sekolah hanya karena niatnya mengenakan jilbab.

Sontak berita ini mengundang reaksi keras dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wamendikbud Musliar Kasim tegas menyatakan ketidakbolehan adanya larangan berjilbab di sekolah manapun. Bahkan Musliar juga mengancam akan memberi sanksi kepada sekolah yang masih melakukan pelarangan.

“Kalau tidak mau mengikuti arahan Kemendikbud, sekolah tersebut akan kami beri sanksi,” tegas Musliar, seperti dikutip Republika (6/1).

Wajar saja Musliar mengeluarkan ancaman itu. Sebab melarang siswi berjilbab termasuk tindakan yang melanggar hak warga negara dalam kebebasan beragama yang tercantum dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan 2, 28B ayat 2, 28C ayat 1 dan 2, pasal 28E ayat 1 dan 2 pasal 28i ayat 1,2,4, dan 5, pasal 28 j ayat 1 dan 2. Selain itu juga melanggar Surat Edaran Dikdasmen No. 1174/C/PP/2002 tentang diperkenankannya siswi mengenakan jilbab ketika sekolah.

Mendengar ancaman Wamendikbud ini rupanya Kepala SMAN 2 Denpasar Ketut Sunarta ketakutan.

Kepada Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim di Bali, Sunarta, mengaku tidak merasa bersalah karena telah melarang Anita berjilbab. Ia berdalih belum ada aturan tertulis di sekolah itu tentang aturan pemakaian jilbab.

“Menurut Kepsek, beliau tidak merasa bersalah karena tidak pernah melarang Anita memakai jilbab, tapi beliau juga tidak mengizinkan karena belum ada aturan tertulis untuk mengatur tentang jilbab,” kata Ketua Tim Advokasi Helmi Al Djufri kepada Suara Islam, Kamis (9/1/2014).

Sebelumnya, Rabu (8/1/2014) Tim Advokasi telah menemui Sunarta pada Rabu (8/1) di ruang Kepala SMAN 2 Denpasar, Bali.

Sunarta, lanjut Helmi, mengatakan bahwa aturan sekolah itu telah tercantum dalam buku Student Diary yang di dalamnya terdapat gambar contoh berseragam bagi laki-laki dan perempuan. Student Diary adalah patokan aturan dalam berseragam dan aturan lainnya di sekolah yang harus ditaati semua siswa. Diterangkan, awalnya aturan tersebut berasal dari OSIS sebelum tahun 90an.

Selain merasa tidak bersalah karena tidak mengizinkan siswinya mengenakan jilbab, Sunarta juga mengaku tidak mengetahui hukum mengenakan jilbab.

“Saya tidak tahu jilbab itu seperti apa hukumnya dalam Islam,” kata Sunarta seperti diceritakan Helmi.

Menurut Helmi, Sunarta mengira mengenakan jilbab itu tidak wajib, karena dirinya melihat banyak ibu-ibu muslimah di Pulau Jawa yang tidak berjilbab. “Maka dia berkesimpulan bahwa jilbab tidak wajib. Karena itu dia tidak mengatur soal jilbab di sekolah,” kata Helmi.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button