RESONANSI

Membakar Penista Nabi

Akhirnya kekuasaan Allah ditunjukkan pada dunia, membakar penista Nabi. Adalah Lars Vilks seniran Swedia yang tewas terbakar di dalam mobil yang bertabrakan dengan truk di jalan bebas hambatan di Markaryd Swedia. Mobil polisi sipil yang dikendarainya dikawal oleh dua polisi, keduanya turut tewas, memiliki perlindungan maksimal anti peluru dan ban anti tusuk. Menurut Kepala Unit Investigasi Regional Stefan Sinteus kejadian tabrakan tersebut “sangat tragis”.

Vilks pada tahun 2007 dengan alasan kebebasan berbicara menghina Nabi Muhammad Saw dengan membuat sketsa dalam tubuh anjing. Umat Islam marah sehingga PM Swedia Fredrik Reinfeld perlu bertemu dengan 22 perwakilan negara muslim. Percobaan pembunuhan pun terjadi, bahkan pada tahun 2015 serangan bersenjata terjadi pada acara debat kebebasan berbicara yang dihadiri Vilks di Kopenhagen. Al Qaeda pernah menawarkan USD 100.000 untuk kepalanya.

Tewasnya Lars Vilks dalam tabrakan tragis yang belum diketahui penyebabnya menjadi berita dunia. Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi para penista agama. Di negeri barat seperti Swedia saja direaksi dan dikritisi walaupun degan alasan kebebasan berbicara. Tragisnya di negara muslim seperti Indonesia ternyata penista agama bertebaran dan bebas berbicara. Termasuk para buzzer yang merasa terlindungi oleh Pemerintah yang habis-habisan dijilatnya.

Kasus penista Kece yang dihajar dan dilumuri kotoran manusia oleh Irjen Pol Napoleon Bonaparte ternyata dibela oleh banyak pihak. Bonaparte dibela oleh umat yang merasa sakit atas penghinaan Kece. Sementara Kece dibela oleh para pendukung “kebebasan dan kemanusiaan” termasuk “ulama” pengecam penganiayaan.

Para penista agama dan anti Islam patut untuk ditindak tegas. Paul Zhang, Kece, Denny Siregar, Abu Janda dan sejenisnya mesti mendapat pelajaran. Proses hukum harus dijalankan dengan konsisten dan adil. Jangan ada perlindungan dengan alasan dekat dan diperlukan oleh kekuasaan. Apalagi dalam rangka adu domba atau melumpuhkan kekuatan agama.

Ketika perlindungan maksimal dilakukan seperti kepada Vilks baik pengawalan ketat sehari hari maupun kendaraan anti peluru dan lainnya, maka sebenarnya si penista agama itu bukan hanya sedang berhadapan dengan umat yang merasa tersakiti, tetapi juga dengan Allah Yang Maha Kuasa. Dan ketika umat sudah merasa tidak mampu untuk berbuat apa-apa, maka Allah akan mampu berbuat apa saja. Saatnya datang tiba-tiba.

Para penista agama dan kaum Islamofobia sebaiknya belajar dari peristiwa Vilks yang berteriak kesakitan ketika ia dalam mobil dengan perlindungan ketat menjadi tidak berdaya menghadapi api yang membakar tubuhnya.
Allah telah membakar penista Nabi itu.

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan
Bandung, 9 Oktober 2021

Artikel Terkait

Back to top button