NUIM HIDAYAT

Mencintai Buku

Dari Abu Said al Khudri ra, Rasulullah Saw bersabda, ”Bagi tiap-tiap sesuatu ada tiangnya. Sedangkan tiang orang beriman itu adalah akalnya. Maka menurut kadar akalnya ibadahnya itu ada. Tidakkah kamu mendengar perkataan orang-orang yang zalim di dalam neraka. ”Seandainya kami mendengar dan kami berfikir, niscaya kami tidak menjadi penghuni Sa’ir (neraka).” (QS Al Mulk 10).” (HR Ibnul Mahbar dalam Ihya’ Ulumiddin, karya Imam Al-Ghazali)

Ketika menjadi mahasiswa di IPB Bogor, alhamdulillah kebiasaanku adalah membaca buku. Bukan buku-buku pertanian sebagaimana jurusanku, tapi buku-buku agama. Hampir tiap ada waktu kosong aku menyempatkan ke toko buku dekat kampus. Namanya Toko Buku Internusa.

Hampir tiap minggu aku ke sana. Bahkan kadang beberapa kali dalam seminggu. Sehingga aku tahu buku-buku lama dan buku baru yang masuk. Kalau ada uang aku beli, kalau nggak ada aku membaca saja. Toko buku itu aku jadikan layaknya perpustakaan.

Saat mahasiswa itu kesenanganku adalah membeli buku. Membeli pakaian hampir-hampir aku tidak pernah. Membeli makan kadang aku hemat, karena aku pingin beli buku. Dan kemana-mana senanganku membawa buku. Naik angkot, naik bus, naik kereta aku selalu ditemani buku. Bahagianya saat itu nggak ada handphone, sehingga buku yang menemani.

Kecintaanku terhadap buku ini mungkin dari keluargaku. Dimana bapakku yang merupakan guru SD, sering membawa buku-buku dari perpustakaan sekolah ke rumah. Di samping juga kecintaanku itu mungkin tumbuh karena aku sering ngaji. Ngaji kitab kuning atau kitab Arab Melayu saat itu pada kiyai adalah kebiasaanku saat kecil.

Aku bersyukur Allah memberikan karunia kepadaku untuk cinta buku daripada cinta materi-materi lainnya. Bukuku kini cukup banyak di rumah, karena lemari buku semua penuh, aku letakkan saja buku-buku itu di lantai kamar tempat tidurku. Istri dan anak-anak kadang-kadang terganggu dengan banyaknya buku di rumah.

Waktu di Bogor itu aku punya guru yang banyak sekali buku atau kitabnya. Mungkin kalau diangkut lebih dari satu truk besar bukunya.

Aku suka dengan guru atau ustadz yang banyak bukunya. Karena ia pasti punya wawasan yang luas. Dan guru yang demikian biasanya tahu mana yang paling penting, penting, agak penting dan tidak penting dalam hidup. Ia biasanya lebih bijak dan tahu tujuan hidup yang dicapai.

Kecintaanku terhadap buku itu membuat aku bercita-cita menjadi penjual buku atau mempunyai penerbitan buku. Selain bercita-cita menjadi wartawan atau penulis. Setelah lulus kuliah akhirnya aku pernah kerja di sebuah penerbitan buku dan sayangnya karena ada suatu hal, pekerjaan itu hanya berlangsung beberapa tahun.

Membaca buku bagiku lebih asyik daripada menyimak handphone. Informasi di HP (medsos), hanya sepenggal dan kadang mengelirukan. Sedangkan membaca buku memberikan kita pemahaman yang mendalam dan lebih komplit. HP memang menggoda, kalau kita tidak bisa mengeremnya, kebiasaan membaca buku bisa tergantikan dengan menonton HP.

Buku yang bagus, sebaik-baik teman. Buku yang bagus akan membuat fikiran kita menjadi bagus. Bagaimana dengan buku yang buruk, seperti buku-buku beraliran komunis? Nggak apa-apa juga kita baca, asal ilmu-ilmu Keislaman yang kita punyai sudah cukup. Membaca buku komunis, seperti karya Karl Marx misalnya, tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap seorang Muslim yang cukup ilmunya. Buku-buku seperti itu malah menjadikan peluru baginya untuk mengkritisinya.

Tapi bagi mereka yang ilmu keislamannya masih dangkal, membaca buku-buku komunis atau filsafat Barat seringkali berbahaya. Mereka bisa teracuni dengan buku-buku seperti ini. Seperti kita lihat di Youtube, gadis berinisial ‘K’ yang konten-kontennya isinya meragukan Islam.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button