OASE

Menguji Keimanan pada Al-Qur’an

“Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya,” (QS. Al-Baqarah: 275).

Masih banyak lagi ayat serupa yang kita dapati tidak diterapkan hari ini. Lantas mengapa ketika Allah ﷻ menyeru sholat, puasa Ramadhan, zakat, pun berhaji, kita bisa menuaikannya, sedangkan soal hukum potong tangan bagi pencuri, cambuk dan rajam bagi pezina, qishash, dan lain sebagainya tidak bisa dilaksanakan?

Satu-satunya sebab ialah karena negaralah yang berperan sebagai pelaksana berbagai seruan di atas, dalam hal ini merujuk pada penguasa sebagai pemutus perkara di tengah rakyat. Maka inilah bukti kebutuhan negara yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya dan syariat sebagai satu-satunya aturan yang berlaku.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, bahwa agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar. Agama adalah pondasi, kekuasaan adalah penjaganya. Sesuatu tanpa pondasi akan hancur, dan sesuatu tanpa penjaga akan hilang.

Maka momen Syawal sebagai bulan peningkatan amal adalah momen ideal untuk merenungi kembali keimanan kita pada Al-Qur’an. Berupaya bersungguh-sungguh untuk membuktikannya dengan turut andil memperjuangkan pengamalan sempurna setiap aturan yang terkandung di dalamya. Hadanallahu waiyyakum. Wallahua’lam bish-showaab.

Muntik A. Hidayah, Koordinator BMIC Malang dan Pegiat Literasi

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button