NUIM HIDAYAT

Menjawab Tuduhan-Tuduhan Miring terhadap Imam Al-Ghazali

Thaha Abdul Baqi Surur berpandangan bahwa keyakinan yang diperoleh Al-Ghazali setelah mengalami keraguan, adalah keyakinan kuat yang selalu mengkaji, bukan keyakinan yang pasrah dan mengekor. Keyakinan inilah yang memberikan kesempatan kepada Al-Ghazali untuk menerima kekuatan besar spiritual yang menyebabkan mampu mengatasi zamannya dan zaman-zaman berikutnya.

Metode keraguan Al-Ghazali ini kemudian membawa pengaruh besar dalam dunia keilmuan. Jauh sebelum Rene Descartes (1596-1650) menyampaikan metode keraguannya. Menurut ilmuwan Mesir, Abdul Hadi Abu Ridah, ketika mengunjungi perpustakaan Descartes di Paris, dia menemukan karya Al-Ghazali. Dia mendapatkan bahwa Descartes memberi memberi perhatian khusus pada ungkapan Al-Ghazali ‘keraguan adalah tingkat pertama keyakinan’. Ungkapan ini diberi garis bawah merah oleh Descartes sambil diberi catatan ‘pindahkan ini ke dalam metode kita’.

Kelima, penulis membahas tentang kekeliruan pendapat Kiai Hussein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar al Tauhid, Arjawinangun, Cirebon. Kiai Hussein menyatakan bahwa Imam Al-Ghazali adalah mahaguru pluralisme.

Dalam sebuah bukunya, Kiai Hussein menyatakan, ”Sampai disini kita melihat Imam besar ini sedang berusaha menawarkan gagasan pluralisme, inkulivisme, dan liberalismenya, meskipun di tempat lain dia sepertinya menolak gagasan ini. Melalui lima bentuk takwil itu, dia ingin menghargai semua pandangan orang, apapun latar belakang pikiran dan mazhabnya. Dia ingin melakukannya sedemikian rupa sehingga tidak satupun dari mereka dengan gegabah bisa disebut kafir. Bahkan boleh jadi juga ini berlaku terhadap pandangan pemeluk agama-agama lain.”

Kajian Kiai Hussein terhadap pemikiran Al-Ghazali tentang pluralisme ini berdasarkan kitab Faishal al Tafriqah Bayn al Islam wal al Zandaqah. Menurutnya karya Al-Ghazali yang satu ini termasuk yang jarang dibaca orang, termasuk para pengagumnya sendiri.

Pemikiran Kiai Hussein yang menyimpangkan makna kitab Al-Ghazali itu, mendapat sanggahan yang serius dari penulis buku ini. Menurut Dr Ardiansyah, Al-Ghazali menyatakan bahwa selama seseorang meyakini dan berpegang teguh dengan dua kalimat syahadat, maka orang itu termasuk golongan yang benar dan tidak menyimpang.

Selanjutnya Al-Ghazali menyatakan bahwa kufur itu adalah ketika seseorang mendustakan Rasulullah Saw dalam satu perkara yang disampaikannya. Sedangkan iman adalah membenarkan seluruh yang disampaikan oleh beliau. Karena itu Al-Ghazali menyatakan,”Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Itu karena mereka mendustakan Rasulullah Saw.”

Di dalam kitab yang lain, al Iqtishad fi al I’tiqad, Al-Ghazali menyatakan,”Pokok keyakinan yang dipastikan bahwa setiap orang yang mendustakan Nabi Muhammad Saw maka dia kafir. Maksudnya dia akan kekal di neraka setelah mati nanti.”

Jadi intinya, Imam Al-Ghazali adalah penjaga akidah umat, bukan mahaguru pluralisme sebagaimana diungkap Kiai Hussein. []

Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Depok.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button