OPINI

Narasi Pelarangan Mudik, Tebang Pilih Demi Untung Rugi?

Pelarangan mudik muncul sebab kegagalan penguasa mengatasi pandemi. Dalam naungan Islam, masalah ini jelas sudah diantisipasi sejak awal, tanpa banyak narasi semu sebagai ajang pencitraan penguasa. Menghentikan pandemi merupakan sebuah keniscayaan dalam naungan sistem Islam. Sebab sebagai sistem yang komprehensif, Islam memiliki solusi yang hakiki.

Solusi Islam ini meliputi upaya preventif dan kuratif. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, bagaimana sistem Islam mengakhiri wabah. Pada aspek kuratif, pada masa Khalifah Umar bin Khattab misalnya. Khalifah Umar ra. tidak hanya menerapkan penguncian wilayah sebagaimana Rasulullah Saw. teladankan, tetapi juga mengisolasi, dan mengobati rakyat yang terpapar wabah hingga sembuh. Khalifah bahkan terjun langsung menyalurkan bantuan pangan untuk rakyatnya, demi mengatasi masa krisis pada saat itu.

Alhasil, masuknya WNA pembawa varian baru corona ke wilayah negeri-negeri muslim, mustahil ditemui dalam sistem Islam. Sebab, negara telah menerapkan kebijakan penguncian wilayah, termasuk menolak semua WNA yang berpotensi menyebarkan virus jenis varian baru. Kebijakan ini pun bersifat terpusat, tidak tumpang tindih, dan tidak tebang pilih. Kebijakan ini pun tegak demi kepentingan rakyat, bukan untuk sekerat materi dan segelintir orang.

Pada aspek kuratif, Baginda Nabi Muhammad Saw. juga memberikan teladan terbaik bagaimana membiasakan umatnya untuk hidup bersih dan sehat. Pembiasaan ini sebagai wujud kesadaran untuk mencegah diri dari berbagai penyakit. Pola hidup sehat ala Nabi Saw. ini pun ditopang oleh regulasi negara dalam segala aspek kehidupan, mulai dari kebutuhan pangan yang halal dan thayyib; papan yang bersih dan sehat; hingga infrastruktur dan fasilitas kesehatan yang berkualitas.

Upaya preventif ini juga dilakukan dengan menguatkan kerja sama antara negara dan para ilmuwan, untuk mengembangkan riset dan teknologi. Para ilmuwan mendapat sokongan penuh untuk menemukan berbagai metode pengobatan baru dan inovasi teknologi. Sinergi keduanya niscaya melahirkan manajemen pelayanan publik yang terpadu, berkualitas, cepat, dan efisien di segala aspek kehidupan rakyat.

Penyelenggaraan pelayanan publik bagi rakyat, termasuk aspek kesehatan bersumber dari baitul mal dan bersifat mutlak. Artinya baik ada maupun tidak adanya dana di baitul mal, negara mutlak membiayainya. Untuk itu menjadi kewajiban negara memaksimalkan potensi sumber-sumber pemasukan negara, seperti kepemilikan umum, jizyah, kharaj, dll. Jika sumber-sumber pemasukan negara ini tidak mencukupi, negara boleh melakukan konsep antisipasi lewat pajak, yang hanya dipungut dari kalangan orang kaya saja.

Sistem Islam yang dibangun atas asas ketakwaan kepada Allah SWT. ini juga melahirkan penguasa yang amanah. Mengingat beratnya konsekuensi menjadi penguasa, surga pun diharamkan bagi para penguasa yang lalai dan zalim pada rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Penguasa yang amanah niscaya takut kepada Allah SWT., sehingga ia pun bersungguh-sungguh mengurus dan menjaga rakyatnya. Setiap kebijakan yang dikeluarkannya tidak hanya berasaskan syarak, tetapi juga tegak demi kemaslahatan rakyat. Tak ayal lagi, pandemi berakhir dengan apik, rakyat pun lancar mudik.

Inilah cara Islam menjaga suasana damai dan kekhusyukan rakyat menyambut hari kemenangan. Pandemi teratasi tanpa regulasi yang tumpang tindih dan tebang pilih. Mudik pun lancar sebab terjaminnya pelayanan publik. Mekanisme ini akan terwujud di tengah umat, jika Islam diterapkan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali dalam institusi negara. Inilah solusi solutif yang dirindukan umat hari ini. Wallahu’alam bishshawwab.

Jannatu Naflah, Praktisi Pendidik dan Pemerhati Masyarakat

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button