NUIM HIDAYAT

Nasihat Imam Al-Ghazali untuk Penguasa (2)

Imam Al-Ghazali mengingatkan seorang penguasa harus selalu ingin menyaksikan para ulama dan antusias mendengarkan nasihat mereka. Sebaliknya, ia harus waspada terhadap ulama-ulama culas yang serakah terhadap dunia. Soalnya pasti mereka suka memuji anda, menipu anda dan berusaha membuat anda senang, karena rakus ingin mendapatkan harta anda yang tidak halal dan milik anda yang haram, sekalipun dengan cara menipu dan curang. Seorang ulama sejati tidak serakah terhadap harta yang anda miliki dan rajin mengingatkan anda lewat nasihat serta ucapan-ucapan yang bijak.

Diceritakan, suatu hari Syaqiq al Balkhi menemui Khalifah Harun ar-Rasyid. Sang khalifah bertanya, ”Anda Syaqiq orang yang zuhud itu?” Ia menjawab,”Saya Syaqiq. Tetapi saya bukan orang yang zuhud.” Sang khalifah berkata,”Tolong beri aku nasihat.” Ia berkata, ”Sesungguhnya Allah Taala memosisikan anda di posisi Abu Bakar as Shidiq yang sangat jujur dan Dia menuntut anda meniru kejujurannya. Sesungguhnya Allah memosisikan anda di posisi Umar bin Khathab al Faruq, dan Dia menuntut anda supaya bisa memisahkan antara perkara yang haq dan perkara yang batil seperti beliau. Allah memosisikan anda di posisi Utsman bin Affan Dzu Nurain, dan Dia menuntut anda untuk mencontoh kehidupan serta kedermawanan beliau. Dan Allah memosisikan anda di posisi Ali bin Abi Thalib, dan Dia menuntut anda berilmu serta bersikap adil sebagaimana yang Dia tuntut dari beliau.”

Sang khalifah berkata, ”Tolong teruslah menasihatiku.” Syaqiq berkata,”Baiklah ketahuilah Allah memiliki sebuah tempat yang bernama Jahanam dan Dia menjadikan anda sebagai penjaga pintunya. Allah memberi anda tiga hal, yakni menguasai kas negara, cemeti dan pedang. Dia menyuruh anda mencegah manusia masuk neraka dengan ketiga hal tersebut. Siapa yang datang kepada anda membawa keperluan, jangan halangi ia mendapatkan santunan dari kas negara. Siapa yang melanggar perintah Tuhannya, beri ia pelajaran dengan cemeti. Dan siapa yang membunuh jiwa secara tidak benar, bunuhlah ia dengan pedang seizin keluarga orang yang dibunuh. Jika anda tidak melakukan apa yang Allah perintahkan kepada anda, berarti anda seorang pemimpin calon penghuni neraka, dan sekaligus orang terdepan menuju ke negeri kebinasaan.”

Baca juga: Nasihat Imam Al-Ghazali untuk Penguasa (1)

Sang khalifah berkata, ”Tolong teruskan menasihatiku.” Ia berkata, ”Perumpamaan anda adalah seperti sumber mata air dan perumpamaan para ulama di dunia ini adalah seperti selokan-selokan kecil. Jika sumber mata air jernih ia tidak akan terpengaruh oleh keruhnya air di selokan-selokan kecil tersebut. Tetapi jika sumber mata air keruh, maka tidak ada gunanya air yang jernih di selokan-selokan kecil tersebut.”

Suatu malam Khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Abbas mengunjungi Fudhail bin Iyadh. Sampai di depan pintu rumah, mereka mendapati Fudhail tengah membaca Al-Qur’an surat al Jatsiyah ayat 21, ”Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh?”

Sang Khalifah berkata,”Kedatangan kita untuk meminta nasihat, dan apa yang baru beliau baca tadi sudah cukup sebagai nasihat. ”Tetapi sang khalifah tetap menyuruh al Abbas untuk mengetuk pintu. Al Abbas pun mengetuk pintu seraya berkata, ”Bukakan pintu untuk Amirul Mukminin. ”Fudhail bertanya dari dalam,”Apa yang akan dilakukan Amirul Mukminin di rumahku?” Al Abbas menjawab, ”Patuhi perintah Amirul Mukminin dan bukakan pintu.”

Pada saat itu, waktu sudah malam dan lampu di rumah Fudhail masih menyala. Setelah memadamkan lampu, Fudhail membukakan pintu. Sang khalifah masuk seraya mengulurkan tangannya supaya dijabat oleh Fudhail. Setelah berjabat tangan dengan sang Khalifah, Fudhail berkata, ”Celaka jika tangan yang halus ini sampai tidak selamat dari siksa di hari Kiamat nanti.” Selanjutnya ia berkata kepada khalifah, ”Wahai Amirul Mukminin, bersiaplah untuk menjawab pertanyaan Allah, karena Dia akan menyuruh anda berdiri bersama seorang Muslim di tempat yang sama. Orang itu akan menuntut anda soal keadilan anda kepadanya.” Mendengar itu, Harun ar-Rasyid sontak menangis meraung-raung, lalu mendekap Fudhail. Al Abbas berkata kepada Fudhail, ”Sebentar wahai Fudhail. Kalau seperti ini, anda bisa membunuh Amirul Mukminin.” Fudhail berkata kepada al Abbas, ”Wahai Haman, kamu dan kaummu telah membinasakannya. Kenapa kamu malah berkata kepadaku seperti itu?” Sang khalifah berkata kepada al-Abbas, ”Kalau ia menganggap kamu Haman berarti aku ini Firaun.”

Selanjutnya Harun ar Rasyid meletakkan uang seribu dinar di depan Fudhail seraya berkata, ”Ini uang halal karena berasal dari mas kawin ibuku dan harta pusaka peninggalannya. ”Fudhail menjawab, ”Aku perintahkan anda untuk mengangkat tangan anda dari isinya, lalu kembali kepada sang Pencipta anda. Ambil kembali uang yang anda berikan kepadaku itu. ”Fudhail enggan menerima uang itu. Kemudian Harun ar Rasyid pun pulang meninggalkan rumah Fudhail.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz bertanya kepada Muhammad bin Kaab al Qarzhi, ”Jelaskan padaku tentang keadilan. ”Sang ulama besar itu menjawab, ”Terhadap setiap Muslim yang lebih tua dari anda, jadilah sebagai anaknya. Terhadap setiap Muslim yang lebih muda dari anda, jadilah sebagai ayahnya. Dan terhadap setiap orang yang sebaya dengan anda, jadilah saudaranya. Hukumlah setiap orang yang melanggar sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Jangan sampai anda mencambuk seorang Muslim sekali saja disebabkan rasa dengki, karena sesungguhnya hal itu akan mengantarkan anda ke neraka.”

Pada suatu hari, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik setelah merenung ia berkata, ”Sudah cukup lama aku hidup senang di dunia ini. Tetapi bagaimana nasibku di akhirat nanti?” Ia kemudian menemui Abu Hazim, seorang ulama besar yang terkenal zuhud pada zaman itu. Ia berkata, ”Suguhi aku makanan yang biasa anda santap ketika berbuka.” Abu Hazim lalu menyuguhkan dedak panggang seraya berkata, ”Ini makanan buka ku.”

Melihat itu, Sulaiman spontan menangis tersedu-sedu disertai rasa takut yang luar biasa di hatinya. Setelah berpuasa selama tiga hari berturut-turut, pada petang hari yang ketiga ia berbuka dengan lauk tersebut. Konon, pada malam itu ia menggauli istrinya yang kemudian melahirkan putranya yang bernama Abdul Aziz, yakni ayah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Saat itu, ia satu-satunya khalifah yang terkenal adil, suka melayani rakyat, zuhud dan dermawan. Ia mengikuti jejak Umar bin Khatab ra. Ada yang mengatakan, hal itu karena berkah niat Sulaiman, puasanya dan jenis makanan yang biasa ia makan tersebut.

Suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz meminta nasihat kepada Abu Hazim. Ulama besar ini berkata,”Jika anda hendak tidur, berbantallah dengan kematian. Semua yang anda cintai, kematian pasti akan mendatangi anda. Sementara anda tetap keras kepala mencintainya. Camkan itu. Dan semua yang tidak anda inginkan, kematian juga pasti akan mendatangi anda. Waspadalah terhadap hal itu. Sangat boleh jadi posisi kematian sudah sangat dekat dengan anda.”

Seorang penguasa sepatutnya memasang hikayat ini di depan matanya, dan ia harus mau menerima nasihat-nasihat yang disampaikan orang lain. Setiap kali melihat seorang ulama, ia harus meminta nasihatnya. Dan para ulama sepatutnya mau memberi nasihat kepada para penguasa. Bukan menipu mereka dan bukan menyembunyikan kalimat kebenaran dari mereka. Setiap yang menipu mereka, berarti ia sekutu mereka. Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi, Maha Tahu. (BERSAMBUNG). []

Nuim Hidayat, Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Depok.

Artikel Terkait

Back to top button