OPINI

Pembantaian Talangsari 1989: Mungkinkah Hendropriyono Diadili?

“Kapten Sutiman mengendarai sepeda motor dan berada paling depan serta menembak ke arah pos jaga. Mendengar tembakan tersebut, sekitar 4 orang yang sedang tidur-tidur di pos jaga tersebut meneriakkan “Allahu Akbar”. Selanjutnya, jamaah yang berada di pondok keluar dan mengejar ke arah suara tembakan tadi.

“Sepeda motor Kapten Sutiman terjatuh dan dia meninggalkan sepeda motornya dengan berlari mundur sambil terus menembak. Sedangkan, rombongan yang lain berbalik arah dan melarikan diri meninggalkan pondok. Dalam pelariannya, tidak jauh dari pondok, Kapten Sutiman dipanah oleh jamaah dan terkena di dada kiri dan dada kanannya dan akhirnya Kapten Sutiman tewas dalam kejadian tersebut.”

Portal berita online TirtodotID pada 7 Februari 2018 menurunkan artikel “Mengenang Pembantaian Umat di Talangsari”. Berikut petikannya.

“Tengah malam menjelang 7 Februari 1989, tepat hari ini 29 tahun lalu, Kolonel Hendropriyono memimpin pasukan yang terdiri 3 peleton Batalyon 143 dan satu peleton Brigade Mobil (Brimob). Pukul 04.00 tanggal 7 Februari 1989, pasukan menyerbu Umbul Cideung. Sebagaimana dilaporkan majalah Tempo edisi 18 Februari 1989, sebanyak 246 pengikut Warsidi tewas, termasuk Warsidi sendiri.

“Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menurunkan laporan terperinci yang berjudul Kertas Posisi KontraS: Kasus Talangsari 1989, Sebuah Kisah Tragis Yang Dilupakan. Laporan itu menyebutkan pasukan yang dipimpin Hendropriyono dilengkapi senjata modern M-16, bom pembakar (napalm), granat, dan dua buah helikopter yang membentengi arah barat.

“Melihat penyerbuan terencana dan besar-besaran, dan tidak ada jalan keluar bagi jemaah untuk menyelamatkan diri, mereka hanya bisa membentengi diri dengan membekali senjata seadanya.” (TirtodotID).

Publik terus menuntut agar pelanggaran HAM berat di Talangsari diselesaikan tuntas. Mereka mendesak agar orang-orang yang diduga terlibat, termasuk Danrem Kolonel Hendropriyono, yang kemudian menjadi jenderal dan terakhir menjabat sebagai kepala Badan Intelijen Negara (BIN), diadili di pengadilan HAM sesuai UU yang berlaku.

Mantan Menkopolkam Sudomo (almarhum) diperiksa oleh Komnas HAM pada 27 Februari 2008. Menurut Sudomo, yang bertanggung jawab atas peristiwa Talangsari adalah Hendropriyono yang menjabat sebagai Danrem 043 waktu itu.

Namun, pemerintahan yang silih berganti gagal menuntaskan kasus ini. Sebab, bisa dipahami, orang-orang seperti Hendropriyono tidak mudah untuk dibawa ke pengadilan. Bagaimanapun juga, Hendro adalah orang kuat yang memiliki pengaruh besar di Indonesia.

Jadi, publik hanya bisa mendesak dan bertanya: mungkinkah Hendropriyono diadili?[]

7 Februari 2021

Asyari Usman
(Penulis wartawan senior)

Sumber: facebook asyari usman

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button