SUARA PEMBACA

UMR Tinggi, Kesejahteraan Buruh Terjamin?

Menteri ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah sedang meninjau skema pengupahan terhadap buruh di kabupaten/kota. Wacananya, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bakal dihapus dan hanya mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP).

Ternyata, wacana tersebut menimbulkan polemik. Mendapat banyak penolakan dan kritik. Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan “jika UMK ditiadakan, maka buruh di Karawang yang selama ini upahnya 4,2 juta hanya mendapatkan upah 1,6 juta”.

Benar, jika wacana tersebut diberlakukan memang pekerja yang bekerja di kota yang memiliki upah minum kota (UMK) tinggi maka bisa jadi akhirnya akan mendapatkan upah yang jauh lebih rendah. Selain itu hal tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dikatakan pula efeknya akhirnya adalah secara sistematis kaum buruh akan dimiskinkan.

Polemik kesejahteraan buruh memang selalu menjadi topik yang panas. Hal ini terjadi karena tidak pernah ada solusi bagi mereka secara tuntas. Di era demokrasi, buruh dianggap mempunyai posisi strategis di dalam perpolitikan bangsa. Meski seringkali buruh hanya menjadi alat bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk berkuasa. Setelahnya, merekapun ditinggalkan dengan setumpuk asa.

Kesejahteraan buruh selalu saja dihubungkan dengan pembahasan upah minimum. Pematokan upah juga menjadi polemik tak hanya untuk buruh tetapi juga untuk para pengusaha secara umum. Para pengusaha mengkhawatirkan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 8,51% pada 2020 mendatang. Pengusaha menilai, kenaikan UMP dalam 5 tahun terakhir telah rata-rata mencapai 20%, sehingga kenaikan UMP sebesar 8,51% pada 2020 akan menggangu industri padat karya yang komponen utama biaya produksinya ada pada buruh (cnbcindonesia.com).

Masalah gaji memang salalu menjadi permasalahan yang rumit. Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau tidak sesuainya pendapatan (gaji) yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Kondisi ini, yakni kebutuhan hidup yang banyak, sementara gaji yang diterima relatif tetap, menjadikan buruh sering mengadakan aksi protes.

Adapun dalam sistem ekonomi Kapitalis, rendahnya gaji buruh justru menjadi penarik bagi para investor asing. Termasuk pemerintah, mengambil situasi ini untuk kepentingan peningkatan pendapatan pemerintah atas nama menarik investor. Kondisi ini lah, yang menyebabkan pihak pemerintah lebih sering memihak kepada investor, dibanding dengan buruh (yang merupakan rakyatnya sendiri) ketika terjadi krisis perburuhan. Rendahnya gaji juga berhubungan dengan rendahnya kualitas Sumber daya Manusia (SDM). Persoalannya bagaimana, SDM bisa meningkat kalau biaya pendidikan mahal? Hal itu menjadi PR besar yang harus diselesaikan oleh Pemerintah.

Selain itu, saat ini pemerintah tidak pernah memastikan bagaimana kecukupan kebutuhan pokok individu per individu. Parameter yang digunkana adalah pendapatan per kapita. Padahal jika pendapatan hanya di rata-rata, ada pihak yang pastinya menguasai hampir semua kekayaan yang ada sedang kebanyakan rakyat berada di bawah garis kemiskinan. Biaya kesehatan yang mahal terlebih ada kewajiban menjadi peserta BPJS cukup membuat rakyat sengasara. Bagaimana tidak, dengan gaji yang sekedarnya, masih dipaksa untuk membayar iuran kesehatan seluruh anggota keluarga atas nama “gotong royong”. Belum lagi pajak yang ditarik tanpa pandangbulu, bahkan pedagang asongan pun harus menjadi wajib pajak. Inilah pemalakan sistemik kepada rakyat.

Pemerintah yang harusnya mengurusi rakyat, tetapi justru berbalik rakyat harus rela menyumbang untuk membantu pemerintah. Parahnya iuran dari rakyat tadi tak sedikit yang dikorupsi. Maka, cukupkah menjamin kesejahteraan buruh hanya dengan perjuangan atau tuntutan adanya UMR yang tinggi?

Buruh dengan angka gaji yang tinggi sekalipun tidak akan pernah sejahtera jika jaminan pelayanan kehidupan publik yang menjadi kewajiban negara tidak diperhatikan. Maka butuh adanya upaya sistemik untuk bisa mensejahterakan buruh secara khusus dan rakyat Indonesia secara umum. Indonesia sebagai negara yang kaya harusnya menjadi negara yang Berjaya. Hal ini sangat mungkin terjadi jika negeri ini mau mengambil aturan Allah SWT, Sang Pemilik Alam Raya. Penerapan Aturan Allah SWT di muka bumi juga telah terbukti telah menyejahterakan umat manusia berabad-abad lamanya.

Salah satu kegemilangan yang tercatat dalam sejarah adalah pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Pemimpin yang mengoptimalkan potensi zakat, infaq, shadaqoh dan wakaf sebagai kekuatan solusi pengentasan kemiskinan di negerinya. Hal ini terbukti hanya dengan waktu 2 tahun 6 bulan dengan pengelolaan dan sistem yang professional, komprehensip dan universal membuat negerinya makmur dan sejahtera tanpa ada orang miskin di negerinya.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaid, bahwa Gubernur Baghdad Yazid bin Abdurahman mengirim surat tentang melimpahnya dana zakat di Baitulmal karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat. Satu kondisi yang berbeda dengan negeri kita dimana orang berebut hanya untuk menerima zakat, meski nyawa taruhannya.

Maka, mengembalikan peran pemimpin sebagai pengurus rakyat dengan memastikan keterpenuhan kebutuhan pokok rakyat orang per orang adalah solusi yang harsu diupayakan. Pemimpin tidak boleh menempatkan diri hanya sebagai regulator dan menyerahkan pengurusan urusan publik kepada pihak swasta. Sebab hal ini lah yang menjadikan rakyat semakin menderita. Contoh kecil adalah masalah pelayanan kesehatan. Tak seharusnya pemerintah menyerahkan hal ini kepada pihak lain untuk pengurusannya, sekarang dikenal dengan BPJS. Ini namanya dalah pengalihan tanggung jawab yang sangat memprihatinkan.

Harusnya pemerintah juga mengambil alih kekayaan alam kita dari tangan swasta untuk dikelola dan dikembalikan untuk mensejahterakan rakyatnya. Pertambangan, kekayaan lautan, hutan dan perkebunan sesungguhnya jika dikelola seutuhnya oleh negara akan memberikan pemasukan keunangan negara yang besar. Hal ini sangat cukup untuk membiayai pendidikan dan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Sehingga rakyat termasuk buruh pun kehidupannya akan terjamin. Namun hal itu tidak akan pernah terwujud jika pengaturan negeri ini masih dibawah kapitalisme-liberal.

Sudahlah, jangan berlama-lama hidup di bawah kerusakan akibat sistem yang rusak ini. Terbukti negeri barat pun banyak yang “ambruk” ekonominya akibat sistem ekonomi berbasis hutang ribawi. Negeri ini harus segera bertaubat, agar Allah SWT segera menurunkan pertolongan-Nya. Nyata di dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al-A’raf 96, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” Wallahu A’lam bishshawaab.

Ifa Mufida
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Artikel Terkait

Back to top button