Politisi PKS Minta BPJPH Jangan Ambil Alih Otoritas MUI Soal Fatwa Halal
Jakarta (SI Online) – Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, meminta Pemerintah memisahkan otoritas yang mengurus regulasi dan administratif dengan otoritas yang menetapkan fatwa halal dalam pembahasan RUU Cipta Kerja soal pengaturan jaminan produk halal.
Mulyanto menegaskan, Pemerintah bertindak sebagai otoritas regulasi dan administratif sedangkan MUI bertindak sebagai pemegang otoritas fatwa halal. Tidak boleh ada tumpang tindih dan intervensi dalam soal utama ini.
“Pengaturan berupa pemisahan yang tegas antara wilayah otoritas Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini sangat penting untuk diperhatikan, karena di satu sisi otoritas MUI terkait dengan keyakinan keagamaan “halal”, sementara di sisi lain otoritas BPJPH terkait dengan “kecepatan” proses adminsitratif penerbitan sertifikasi halal,” ungkap Mulyanto dalam keterangannya, Jumat 11 September 2020.
Mulyanto menyebutkan, pembahasan RUU Cipta Kerja terkait pengaturan jaminan produl halal ini masih belum tuntas. Sebab Pemerintah menyisipkan pasal baru untuk mempercepat proses sertifikasi produk halal, dengan menempatkan posisi superioritas BPJPH yang dapat menabrak wilayah otoritas penetapan fatwa halal.
Dalam RUU Cipta Kerja pasal 35A Ayat (2) diatur ketentuan mengenai: apabila MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses memberikan/menetapkan fatwa, maka BPJPH dapat langsung menerbitkan sertifikat halal.
Dalam pasal 33 ayat (3) diatur ketentuan, bahwa: “sidang fatwa halal memutuskan kehalalan produk paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari LPH”.
Mulyanto berpendapat pengambilalihan penetapan fatwa halal oleh otoritas administratif tidak masuk nalar dan keyakinan agama. Karena, walau bagaimana BPJPH dan MUI ini adalah dua lembaga dengan wilayah otoritas yang terpisah dan kompetensi yang berbeda. Tidak bisa saling mengambil alih.