NUIM HIDAYAT

Prabowo dan Luhut Ingin Indonesia Meniru China

Apakah kita umat Islam menolak pembangunan materiil? Tentu tidak. Umat Islam didorong Rasulullah saw belajar ilmu dan teknologi. Di masa kejayaan Islam abad 8 sampai 19, penemuan-penemuan dalam bidang teknologi luar biasa. Mulai dari teknologi lampu, arsitektur, taman, air, teleskop, minyak wangi dan lain-lain. Umat Islam saat itu terdorong untuk kreatif menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.

Tapi tentu saja, pembangunan materiil ini harus dibarengi dengan pembangunan immaterial. Perlu adanya kerja dan doa. Bukan kerja, kerja dan kerja. Manusia yang meremehkan hal-hal yang bersifat metafisika, maka akan terjerumus dalam homo homini lupus. Manusia adalah serigala bagi manusia lain. Manusia akan saling mengeksploitasi dan mendulukan egonya untuk ‘memperbudak’ orang lain.

Bila dulu Jengis Khan dan pasukannya menguasai dunia dengan melakukan pembunuhan yang luar biasa, kini pasukan China datang ke negeri-negeri asing dengan melakukan eksploitasi ekonomi yang luar biasa. Kaum China merasa rasnya lebih tinggi dari kaum pribumi, sehingga banyak menimbulkan masalah dalam banyak negara. Di tanah air, pembedaan gaji yang tinggi antara tenaga kerja China dan pribumi menimbulkan gejolak.

Yang ditutup-tutupi pemerintah juga soal membludaknya tenaga kerja China di tanah air. Bila investor dari Amerika atau Arab, tidak mewajibkan tenaga kerjanya ikut ekspor, China mewajibkannya. Tentu ini dilakukan China karena mereka sendiri pusing menghadapi membludaknya jumlah penduduk di negaranya.

Jadi sebenarnya bodohnya elit-elit kita terus mendatangkan investor dari China, sehingga menimbulkan problem tenaga kerja pribumi. Tapi China memang lihai. Dalam buku Lords of the Rim karya Sterling Seagrave, diceritakan bagaimana budaya kerajaan China menyogok atau menyuap kepada kaum elit adalah hal yang biasa. Kita juga melihat di film-film China tentang kebiasaan mereka dalam perjudian, pelacuran, minuman keras, pembunuhan dan lain-lain.

Pertanyannya, apakah politik dan ekonomi kita dibawa meniru China? Nampaknya iya. Strategi China memajukan ekonominya adalah dengan memerangus radikalisme dan ekstrimisme Islam. Ekonomi adalah panglima dan agama dibawah ekonomi. Maka jangan heran saat ini kampanye anti radikalisme adalah menjadi motto pemerintah Jokowi. Di BUMN, KPK dan instansi-instansi pemerintah, pegawai-pegawai yang dianggap terlibat dalam radikalisme dipecat atau tidak diberi jabatan. Radikalisme adalah kata karet yang bisa ditarik ulur sesuai dengan kepentingan penguasa atau pimpinan.

Itulah bahaya bila pemerintah kita meniru China. Indonesia adalah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim dan sejarahnya penuh dengan perjuangan Islam. Bila kaum elite takjub kepada hal-hal yang berbau material yang dibangun China, maka Indonesia akan terpuruk seperti sekarang ini. Alih-alih membangun ekonomi, yang terjadi adalah memperkaya elit dan kelompok pendukungnya. Seperti kata ekonom Rizal Ramli, pemerintah saat saat ini harus membayar utang dengan utang.

Gaya otoriter Partai Komunis China bahaya bila diterapkan di Indonesia. Karena mereka akan memaksakan tafsir tunggal ideologi negara. Mereka tidak peduli demokrasi. Mereka tidak peduli terhadap keragaman pemikiran masyarakat. Dalam sistem komunis, masyarakat diwajibkan patuh pada ideologi negara dan yang berbeda pendapat dianggap tidak setia dan harus dikucilkan. Saat ini, di negeri kita mereka yang telah distigma radikal, misalnya terlibat dalam HTI dan FPI, susah untuk mendapat jabatan dalam instansi negara.

Walhasil Prabowo dan Luhut salah dalam mengarahkan rakyat Indonesia agar kagum kepada China. Ini tentu saja karena Prabowo dan Luhut tidak memahami sejarah Islam di Indonesia dan dunia dengan benar. Keduanya sebenarnya tidak layak untuk memimpin negeri ini. Dan kini masyarakat Indonesia khususnya umat Islam menerima dampaknya. Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Depok.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button