NASIONAL

Sejumlah Ulama dan Tokoh Keluarkan Mosi Tidak Percaya terhadap Presiden Jokowi

Jakarta (SI Online) – Gabungan “tiga pilar” ormas Islam yang terdiri dari Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) dan Front Persaudaraan Islam (FPI) bersama sejumlah tokoh menggelar diskusi bertajuk “Evaluasi untuk Perbaikan Kepemimpinan Bangsa” di Jakarta, Rabu (20/9/2023).

Usai diskusi tersebut, mereka mengeluarkan pernyataan sikap terkait situasi negara saat ini. Dalam pernyataannya, mereka menyatakan mosi tidak percaya terhadap Presiden Joko Widodo.

Berikut isi pernyataan sikap tersebut yang dibacakan oleh Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi:

Darurat Berbangsa dan Bernegara, Mosi Tidak Percaya terhadap Presiden Joko Widodo

Negara Indonesia saat ini berada pada jurang krisis berbangsa dan bernegara. Hal itu ditandai dengan kegagalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menjalankan demokrasi, melindungi kebebasan sipil, dan menyejahterakan rakyat.

Pembangunan yang dilakukan selama ini hanya memperkaya segelintir orang, dengan mempercepat pengurasan sumber daya alam dan berbagai aset negara lainnya serta memperbesar utang luar negeri dan ketergantungan terhadap China.

Berbagai undang-undang dan perangkat hukum yang dikeluarkan, seperti UU Ciptaker, UU Kesehatan, UU IKN, UU KPK, UU Minerba, dan lainnya, hanyalah alat untuk melegitimasi kekuasaan Presiden Jokowi yang sarat kepentingan oligarki. Rakyat hanya menjadi penonton.

Situasi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini jelasjelas bertentangan dengan ideologi Pancasila. Pancasila mengajarkan kehidupan berbangsa untuk mencapai kemakmuran rakyat, keadilan sosial, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia.

Selama sembilan tahun Jokowi berkuasa, telah terjadi penangkapan-penangkapan terhadap masyarakat umum, ulama, dan aktivis. Secara spesifik telah terjadi pula pembunuhan terhadap santri pengawal ulama, kematian petugas KPPS dan peserta aksi unjuk rasa pada Pemilu 2019, pembiaran tragedi Stadion Kanjuruhan, pengebirian aksi-aksi mahasiswa dan buruh, serta pelanggaran Hak Asasi Manusia lainnya, termasuk termutakhir bagaimana kezaliman nyata dipertontonkan di Rempang, dimana hak penduduk asli dicampakkan begitu saja atas nama investasi. Semua ini menunjukkan bahwa rezim ini telah menjelma menjadi rezim otoriter.

Selama sembilan tahun ini pula sekitar seratus juta rakyat Indonesia kehilangan akses pada pekerjaan yang layak, terjebak dalam kemiskinan dan stunting, serta merosotnya secara terus menerus kualitas hidup.

Ketika rakyat dan negara berada dalam krisis, Jokowi terus berusaha memperpanjang kekuasaan dan pengaruhnya menjelang Pemilu 2024. Hal tersebut dilakukan dengan ‘cawecawe’ politik, baik melalui pengarahan terhadap parpol tertentu maupun mengarahkan kekuasaan negara untuk memenangkan calon presiden pilihannya.

Bahkan secara terang-terangan Presiden nyatakan dirinya dengan menggunakan perangkat Intelijen Negara dan aparat keamanan lainnya memata-matai arah Partai Politik.

Jokowi juga membangun poros Indonesia-China. Melalui penandatanganan MoU dengan Xi Jin Ping, Jokowi menyerahkan desain ibu kota negara baru kepada China. Hal ini tentu sangat membahayakan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan Mosi Tidak Percaya kepada Presiden Joko Widodo.

Jakarta, 20 September 2023

Selain Kiai Muhyiddin, konferensi pers itu hadiri sejumlah tokoh dan habaib, mereka antara lain Ketua GNPF-U Yusuf Muhammad Martak, Ketua Umum FPI Habib Muhammad Alatas, Ketua Umum Partai Masyumi Ahmad Yani, Sekjen PA 212 Uus Solahudin, Ketua KSPSI Jumhur Hidayat, Ahli Hukum Aziz Yanuar, Tokoh Muslimah Nurdiati Akma dan lainnya.

Pernyataan sikap tersebut ditanda tangani oleh 430 tokoh, baik tingkat nasional maupun daerah.

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button