OPINI

Sekulerisme Lahirkan Tirani Minoritas

Baru-baru ini PGI (Persatuan Gereja-Gereja Indonesia) melayangkan surat protes pada Kemenag. Protes PGI tersebut terkait konten Kitab Injil yang ada di buku PAI. Bahkan mereka juga menyertakan pdf buku-buku yang dimaksud. Salah satunya buku PAI kelas 8 Kurikulum 2013 terbitan Kemendikbud, tahun 2017.

Adapun materi yang dimaksud adalah bab tentang meyakini kitab-kitab Allah SWT. Dipaparkan di dalamnya mengenai konten kitab Injil yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Isa AS. Mengesakan Allah SWT dan pengabaran akan datangnya Nabi Muhammad Saw sepeninggal Isa AS, yang merupakan di antara isi Injil dalam bab tersebut. Dinyatakan juga bahwa pengkabaran datangnya Nabi Muhammad Saw tidak hanya terdapat di Injil, tapi juga berada dalam Kitab Taurat.

PGI merasa penjelasan materi dalam buku PAI tersebut bertentangan dengan keimanan Kristen yang dianutnya. Dengan kata lain, PGI mengklaim materi dalam buku PAI tersebut adalah kesalahan.

Sontak saja Kemenag segera merespon surat protes PGI demikian. Menag sendiri mengarahkan jajarannya agar melakukan perbaikan terhadap materi yang ada dalam buku PAI terbitan Kemendikbud tersebut. Setelah itu, hasil perbaikan akan diajukan kepada Kemendikbud (www.detik.com, 27 Februari 2021).

Mencermati fenomena demikian, penulis ingin memberikan dua catatan penting.

Pertama, setiap agama itu mempunyai konsep keimanannya masing-masing. Tentunya konsep keimanan tiap agama saling bertolak belakang. Justru tatkala dipaksakan untuk dikompromikan, yang terjadi hanyalah pemaksaan suatu konsep keimanan tertentu terhadap agama lain. Kalau sudah demikian, ini yang namanya intoleransi.

Ambil contoh tatkala protes PGI tersebut diterima. Tentunya banyak konsep keimanan Islam yang harus direvisi. Dan ini adalah hal yang tidak bisa dibenarkan. Artinya terjadi intervensi atas konsep keimanan tertentu, yakni kepada Islam.

Di dalam Al-Qur’an Surat Saff ayat 6 dinyatakan:

Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku itu utusan Allah padamu, yang membenarkan kitab sebelumku yakni Taurat, dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)…”.

Jadi pengabaran akan datangnya Nabi Muhammad ada dalam Taurat dan Injil itu sesuai dengan ayat tersebut. Jika direvisi dengan alasan kaum Kristen tidak mengakui kenabian Muhammad Saw, berarti ayat Al-Qur’an ada yang dihapus sebagai konsekwensinya. Yang jelas sudah sangat keterlaluan.

Belum lagi konsep Islam terkait status Nabi Isa AS yang ditegaskan sebagai hamba dan utusan Allah, tidak lebih dari itu. Apakah akan pula direvisi lantaran tidak cocok dengan keimanan kristen?

Kaum muslimin sendiri tidak mempersoalkan konsep keimanan kristen atas Isa bin Maryam. Padahal jelas konsep kristen terhadap Isa berbeda dengan Islam. Ini adalah hal yang mustahil.

Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya agar toleransi terhadap konsep keimanan agama lain. Prinsip yang dipegang adalah bagimu agamamu, dan bagiku agamaku. Toleransi dalam hal ini bukan bermakna saling merevisi dan ataupun ikut saling merayakan hari besar agama lain. Toleransi dalam perkara keimanan dan ibadah adalah saling menghormati dan tidak saling mengintervensi.

Kedua, sekulerisme yang menjadi asas kehidupan ini. Sekulerisme sebagai pandangan politik dan ideologi yang menghendaki pemisahan agama dari panggung kehidupan, politik dan pengaturan pemerintahan. Islam adalah satu-satunya yang menolak sekulerisme. Maka bisa dipahami bahwa bidikan serangan sekulerisme ditujukan kepada Islam.

Islam yang notabenenya adalah ideologi tentunya akan jadi batu sandungan sekulerisme. Oleh karena itu guna melemahkan Islam, maka dihembuskanlah pandangan pluralisme. Hasilnya akan muncul Islam moderat maupun inklusif.

Tidak sekadar konsepsi hukum Syariat yang dijadikan bahan sorotan untuk bisa dimoderasi. Bahkan konsepsi keimanan pun berusaha untuk diintervensi.

Demikianlah nasib ajaran Islam yang menjadi bulan-bulanan dalam sistem kehidupan sekuler. Bahkan kaum muslimin sebagai mayoritas di negeri ini dipaksa mengalah terhadap kaum lain di luar mereka. Ajaran-ajaran Islam akan terus berusaha diintervensi dan dikoyak.

Walhasil, asas kehidupan sekulerisme telah menciptakan tirani minoritas atas mayoritas. Kaum muslimin harus terus bekerja mengubah asas sekulerisme kepada asas keyakinan mayoritas rakyat negeri ini, yakni asas akidah Islam. Kehidupan damai dan tenteram akan mudah diwujudkan.

Ainul Mizan
Tinggal di Malang, Peneliti LANSKAP

Artikel Terkait

Back to top button