NUIM HIDAYAT

Soekarno, Pelacuran dan G30S PKI (Bag-3)

Soekarno menolak adanya tuduhan bahwa AURI terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September PKI. Ia dalam siaran kilat Amanat Panglima Tertinggi ABRI (4 Oktober 1965), menyatakan, ”Saudara-saudara sekalian, berhubung dengan beberapa kesalahpahaman yang dapat menimbulkan pertentangan antara pihak-pihak dalam Angkatan Bersenjata dan untuk menghilangkan keragu-raguan amsyarakat dan untuk membina kesatuan dan persatuan nasional yang lebih kokoh dalam rangka perjuangan Dwikora, maka dengan ini saya sebagai Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi mengumumkan bahwa:

  1. Tuduhan terhadap AURI tentang tersangkutnya dalam peristiwa 30 September ini adalah tidak benar.
  2. Kepergian saya ke pangkalan udara Halim, pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi-pagi, adalah atas kehendak saya sendiri. Karena saya berpendapat bahwa tempat yang terbaik bagiku ialah tempat dekat kapal udara yang dapat mengangkut saya tiap saat ke tempat lain kalau terjadi sesuatu yang tak diharapkan.
  3. Kita harus tetap waspada jangan sampai ABRI dan Angkatan Darat dapat diadudombakan sehingga pihak Nekolim dan pihak lain akan dapat keuntungannya. Maka saya perintahkan supaya semua anggota seluruh Angkatan Bersenjata bersatu padu demi keselamatan negara dan revolusi.

Sekian dan indahkan perintah saya ini.

Dalam Sidang Kabinet Dwikora di Istana Bogor, 6 Oktober 1965, Presiden Soekarno mengutuk pembunuhan buas yang dilakukan petualang kontra revolusioner Gerakan 30 September. Menurut Soekarno, kejadian itu adalah sebagai bagian dari revolusi seperti kejadian-kejadian yang mendahuluinya. Ditandaskan, bahwa kejadian itu dapat melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dan dengan kejadian demikian dapat mengundang Nekolim untuk mengadakan serangan terhadap Indonesia seperti yang telah mereka rencanakan. Karena Nekolim (Neokolonialisme-Imperialisme) telah mengintai untuk masuk Indonesia kalau kita bertempur satu sama lain.

Dalam Sidang Paripurna Kabinet Dwikora ke II di Istana Bogor, 6 November 1965 Soekarno berpidato, ”Ben jo bedonderd dat ik mijn kabinet laat demisioneren (Brengsek, masak kubiarkan kabinetku didemisionerkan). Aku tahu, setelah menganalisa, siapa sesungguhnya yang berkaok-kaok, mendesak-desak aku agar mendepak Soebandrio, yang tidak bersih dari penunggangan! Jangan ikut membakar-bakar, jangan turut latah berkaok-kaok seolah Partindo bersikap tidak tegas, misalnya Oei Tjoe Tat, itu China umpamanya. Semua orang ada cacatnya. Walau bagaimanapun saya akan tetap pertahankan Soebandrio sebagai Waperdam 1 di Kabinet. Ia adalah Menlu-ku yang paling gigih menghadapi Nekolim…

“Musuh terbesar bagi Nekolim: RRT di Utara, Indonesia di Asia Tenggara, Indonesia dan Soekarno-nya is the gratest and the dangerous spot in Southeast Asia, maka taktik mereka: Pisahkan Tiongkok dari Indonesia! Yang sekarang ini benar-benar mulai jadi kenyataan! Jones, Dubes Amerika Serikat di Jakarta, telah memberi 150 juta rupiah untuk memperkembangkan the free world ideology. Ada surat penyerahan dan surat tanda terima di tangan saya. Pecunia non olet, geld stink net! (uang tidak berbau!). Jangan masuk perangkap Nekolim. Anders kunnen wij onze Revolutie wel aprollen (Kalau tidak, gulung tikarlah revolusi kita).”

“Selamatkan Revolusi Ini!” (2-3x)

“Supaya ada ketenangan! Prolog bisa dipelajari dengan tenang. Kejadiannya sendiri pada 30 September itu memang bukan hanya persoalan Angkatan Darat saja sehingga beberapa jenderal terbunuh, terutama persoalan politik. Maka harus ditinjau dari sudut politik, dari revolusi. Harus juga dipelajari secara tenang. Epilog yang tegen mijn wens in, tegen mijn wens in (menentang kehendakku), bakar membakar dan bunuh membunuh jelas menunjukkan adanya penunggangan.”

(Presiden berteriak dengan suara marah dan keras), ”Saya perintahkan kepada semua untuk tidak memanaskan keadaan! Partai-partai yang turut membakar akan dibubarkan! De revolutie is at stake (Revolusi sedang dipertaruhkan). Aku memang lagi memikirkan pembubaran Partai Komunis Indonesia. Ketetapan hati saya: als jullie mij nog lusten, behoud mij! Zo niet, gooi mij eruit (Kalau kalian masih menginginkan aku, pertahankan aku. Kalau tidak, lempar saja aku keluar). Jangan ikut-ikutan membakar umpama katanya penis dipotong-potong dengan 100 silet! Jangan mau menghancurkan, membakar 700 penggilingan beras yang kebetulan dimiliki orang-orang Baperki. Ada pamflet gelap mengenai diriku, disusun secara intelektual. Baiknya aku disnipper saja!”

Setelah PKI membunuh beberapa jenderal TNI, Soekarno didesak para jenderal angkatan darat untuk membubarkan PKI. Soekarno menolak. Ia menyatakan, ”Gestoknya harus kita hantam, tapi komunismenya tidak bisa, karena ajaran itu adalah keadaan obyektif dalam masyarakat Indonesia seperti nasionalisme dan agama…Nasakom telah kutulis sejak aku berumur 25 tahun dalam tahun 1926 dan ini akan kupegang teguh sampai aku masuk liang kubur.” (Pidato Presiden Soekarno pada peringatan HUT Trikora di Istora Senayan, 21 Desember 1965). [BERSAMBUNG]

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial dan Politik

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button