NUIM HIDAYAT

Soekarno, Pelacuran dan G30S PKI (Bag-4-Habis)

  1. Dengan adanya perintah harian (yang pertama) dari Omar Dhani yang nyata-nyata telah membenarkan dan mendukung G 30S PKI itu, Presiden Sukarno seharusnya sudah dapat bertindak menurut hukum terhadap Omar Dhani, tetapi ternyata kemudian telah melindungi Omar Dhani dari tindakan hukum Panglima Kopkam dengan mengijinkan Omar Dhani menginap di Istana Bogor.
  2. Demikian pula Presiden Sukarno tidak bertindak menurut hukum terhadap Supardjo yang nyata-nyata telah bertindak sebagai pimpinan dan pengatur G 30 S PKI tetapi malahan pada tanggal 2 Oktober 1965 telah memerintahkan kepada Supardjo untuk mengkonsinyir pasukan-pasukannya. Dengan demikian Presiden Soekarno telah memberi legalitas kepada Supardjo untuk memegang komando atas Yon 454, Yon 530 dan lain-lain kesatuan yang telah diikutsertakan dalam G 30 S PKI.
  3. Begitupun terhadap DN Aidit, Presiden Sukarno seharusnya dapat mengambil tindakan hukum berdasarkan keputusannya, terhadap hukuman yang pada waktu itu dijatuhkan dengan bersyarat (voorwaardelijke-deponering) dalam perkara DN Aidit CS tentang penilaiannya terhadap 1 tahun Kabinet Kerja. Malahan Presiden Sukarno memberikan tanggapan yang positif terhadap surat-surat yang dikirimkan oleh DN Aidit kepadanya dari tempat persembunyian DN Aidit di Jawa Tengah, setelah terjadi G 30 S.

Prof. Victor M Fic dalam bukunya “Kudeta 1 Oktober 1965”, Sebuah Studi tentang Konspirasi (447 halaman), senada dengan kesimpulan Jenderal Nasution. Bahkan ilmuwan politik dari Cekoslowakia ini lebih tajam lagi kesimpulannya.

Dalam sampul bukunya yang diterbitkan Penerbit Obor ini, dikatakan, ”Buku ini merupakan publikasi serius terbaru (terbit pertama kali di New Delhi India, tahun 2004) oleh seorang ilmuwan Cekoslowakia , Victor Miroslav Fic, yang diam-diam telah mengumpulkan bahan-bahan sejak tahun 1968, dan tertutup dalam peti hingga berdebu selama 35 tahun! Tema yang diusungnya juga cukup menghentak, yang selama ini luput dari banyak pakar lain bahwa Tragedi Kudeta 1 Oktober 1965 itu merupakan konspirasi antara Sukarno-Aidit-Mao Tse Tung (China) untuk membersihkan pucuk pimpinan Angkatan Darat, namun pada akhirnya menjatuhkan Soekarno sendiri dan hancurnya PKI.”

Menurut Fic, asal usul Gestapu 1965 justru terjadi di Zhongnanhai, Peking China antara Aidit-Mao tanggal 5 Agustus, menyusul kabar kesehatan yang memburuk jatuh pingsan empat kali tanggal 4 Agustus dan muntah-muntah sebanyak 11 kali akibat gangguan ginjal. Dan para dokter China yang merawatnya yakin bahwa satu serangan lagi, dapat saja membuat presiden meninggal atau lumpuh. Alhasil suksesi menjadi persoalan mendesak yang tak terelakkan karena pasti terjadi perebutan kekuasaan yang berdarah-darah antara PKI dan Angkatan Darat yang selama ini berseteru.

Nasihat Mao adalah, ”Habisi para jenderal dan perwira reaksioner itu dalam sekali pukul. Angkatan Darat lalu akan menjadi seekor naga yang tak berkepala dan akan mengikutimu…”
Fic mengungkap dialog Aidit-Mao,

“Mao: “Kamu harus bertindak cepat.
Aidit : “Saya khawatir AD akan menjadi penghalang.
Mao : “Baiklah. Lakukanlah apa yang saya nasihatkan kepadamu: habisi semua jenderal dan para perwira reaksioner itu dalam sekali pukul. Angkatan Darat lalu akan menjadi seekor naga yang tidak berkepala dan akan mengikutimu.
Aidit : “Itu berarti membunuh beberapa ratus perwira.
Mao: “Di Shensi Utara saya membunuh 20.000 orang kader dalam sekali pukul saja.”

Dari China, Aidit begitu tiba di Bandara, langsung menghadap Presiden tanggal 7 dan 8 Agustus 1965 di Istana Bogor.

Perjanjian rahasia Presiden dengan Mao dibocorkan secara tertulis oleh Aidit dalam suratnya tanggal 10 November 1965 pada kader partai: “Sosro dan Tjeweng, jelas tidak membuktikan kesetiakawanan apalagi memenuhi janji yang telah diucapkan…sebab dari sana semua perjanjian Sosro dengan tetangga akan digugat terus…dalam memperjuangkan konsep partai kita tidak peduli akan korban, bila perlu Sosro jadi korban, bila dia tidak memenuhi semua perjanjian,…tapi harus diingat kekuatan kita sekarang hanya satu: perjanjian politik Sosro dengan tetangga; bila Sosro meninggalkan kita, berarti hukum Karma berlaku…Mudah-mudahan Sosro dan Tjeweng tidak akan mengkhianati kita…bila nanti mereka berkhianat, maka dari negara tetangga perjanjian-perjanjian pasal yang telah kami sampaiikan secara IR pada bulan Agustus yang lalu terpaksa diumumkan dan iini adalah berarti lonceng kematian dan kehancuran bagi Sosro/Tjeweng (Sukarno/Subandrio -red).”

Salah satu pokok penting (dalam buku Fic ini), adalah dipakainya dokumen Otokritik Supardjo yang berhasil disita, ditulis dalam pelariannya di rumah Sjafei sekitarr bulan November 1966. Dokumen tersebut yang ditulis di masa pelarian sebagai refleksi diri dan gerakan Kudeta dan jauh dari tekanan penyidik, menjadi salah satu bukti kuat yang tak terbantahkan bahwa Kudeta 1965 bukanlah semata-mata ‘urusan intern Angkatan Darat’ tesis yang diusung selalu oleh Aidit dan diambil oper oleh para sejarawan kondang di Amerika yang menulis “Cornell Paper” (Ruth T Mc Vey dan Benedict ROG Anderson). Berdasarkan bukti-bukti terdokumentasi, tesis Cornell Paper bahwa kudeta tersebut adalah ‘persoalan intern AD’ oleh Prof Fic dinyatakan tidak masuk akal.

Mengapa kudeta tahun 1965 tidak melibatkan massa PKI (dalam jumlah besar)? Rekonstruksi berdasarkan data-data percakapan Sjam dan Aidit, menajwab soal ini:

Sjam: “Apakah tidak lebih baik jika kita biarkan para Jenderal itu menyerang lebih dulu baru kemudian kita meluncurkan serangan balasan dengan tindakan berbasis massa luas secara nasional yang akan melibatkan jutaan pengikut partai?

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button