NUIM HIDAYAT

Soekarno, Pelacuran dan G30S PKI (Bag-4-Habis)

  1. Anjuran Tjou En Lai tentang Angkatan ke-5, yang dioper presiden dalam Takari, dan dilaksanakan kongkret oleh Pangau, yang memungkinkan Lubang Buaya. Pimpinan Hankam dan AD mencurigainya dan berusaha menetralisirnya. Dari pemeriksaan-pemeriksaan Gestapu, sekarang jelas, bahwa Angkatan V ini adalah suatu persiapan militer bagi PKI.
  2. Pimpinan AURI dan pimpinan-pimpinan ABRI yang vital di ibu kota ikut dalam persiapan atau pimpinan Gestapu. Dengan kamuflase persiapan Dwikora, mereka dan satuan yang resmi fungsional ini, tentu tidak menarik kecurigaan, diantaranya:

-Unsur-unsur pimpinan dari Satuan Cakrabirawa
-Pimpinan Kolaga dan Kopur (Pardjo cs)
-Komandan Brigade Jaya (eks Kolobel Latif cs)
-Pimpinan resimen pertahanan pangkalan AURI (eks Mayor Suyono cs)
-Pimpinan satuan-satuan Kostrad tertentu (Bn 454, 531)

Nasution juga kecewa pada Presiden Soekarno, karena dengan pengetahuannya yang cukup tentang Gestapu PKI pada tanggal 1 Oktober 1965:

  1. Tidak memerintahkan pencarian jenderal-jenderal yang jadi korban
  2. Tidak menghubungi Angkatan Darat dan Kodam V/Jaya, tapi justru berhubungan dengan AURI dan Supardjo cs
  3. Merasa aman di tempat Gestapu (Halim) dan tidak pada Kostrad. Padahal Panglima Kostrad telah melaporkan situasi dan pimpinannya via Ajudan Kombes Sumirat kurang lebih pukul 10.00. (Presiden) baru mengungsi dari Pusat Gestapu pada malam hari, sesudah Ajudan Presiden melaporkan bahwa Kostrad akan menyerang Halim.
  4. Tidak bertindak terhadap Pardjo dan Omar Dhani cs, setelah jelas mereka pembunuh jenderal-jenderal, apalagi setelah coup Dewan Revolusi.
  5. Presiden justru mengumpulkan pimpinan ABRI ke Halim, ke tempat pusat pimpinan Gestapu. Hanya jenderal-jenderal AD yang tidak bersedia datang, karena tahu Pangau di pihak Gestapu.

Menurut Jendral Nasution, dari dokumen Supardjo, Presiden Soekarno de facto merestui/membantu G30S PKI. Dan dari bahan-bahan tim pemeriksa pusat antara lain pembicaraan Brigjen Sugandhi dengan Sudisman tanggal 27 September (1965), serta dengan Aidit dan Presiden, yang diterangkan atas pernyataan Teperpu sesuai sumpah jabatan dengan izin Teperpu, Nasution mengutip dalam bukunya:

Sugandhi : “Man, ini ada apa kok di kampung-kampung, ada persiapan dan pembuatan sumur?”
Sudisman : “Sudahlah jij ikut kita saja!”
Sugandhi : “…Ndak bisa Man saya ikut PKI, karena saya punya agama.”
Sudisman : “…Kalau jij tidak mau, memang kamu sudah dicekoki Nasution.”
Sugandhi: “Bukan soal dicekoki, tapi soalnya adalah ideologi. Tapi bila jij akan meneruskan rencanamu, pasti kau akan digilas dan akan habis Man.”
Sudisman : “…Ndak bisa, kita akan pegang inisiatif, siapa yang memulai dan pukul dulu itu yang menang. Percayalah pada kita, semuanya sudah kita perhitungkan dengan masak-masak.”

Sebentar kemudian datanglah DN Aidit mendekati saya dan menanyakan pada saya sebagai berikut:

DN Aidit : “Bung, Harianmu masih reaksioner? Sudah bicara dengan Sudisman? Kita akan mulai sebentar lagi dalam satu, dua, tiga hari ini. Dan ini semua Bung Karno sudah tahu. Lebih baik saudara ikut saja kita.”

Sugandhi : “Sudisman sudah bicara sama saya, tapi saya tak mau ikut PKI. Memang PKI mau adakan coup? Saya (AB) punya doktrin sendiri ialah Saptamarga.”

DN Aidit: ”Bung, jangan billang coup. Itu perkataan jahat. PKI akan perbaiki (istilah yang dipakai ndandani). Revolusi yang dirongrong oleh dewan Jenderal. Dua hari ini kita akan mulai. Bung Iku apa ndak? Ini semua Bung Karno sudah saya beritahu semuanya.”

Dan tanggal 30 September dengan Presiden:

Sugandhi : “Pak, PKI akan coup, Bapak sudah tahu. Saya telah dihubungi sendiri oleh Sudisman dan Aidit.”

Presiden: “Kamu jangan PKI-phobi (dengan nada marah)…kau tahu Dewan Jenderal? Kamu hati-hati kalau ngomong!”

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button