NASIONAL

Tegas, Anggota Komisi VII dari PKS Tolak Swastanisasi Transmisi Listrik

Seperti diketahui sebelumnya MK memutuskan bahwa pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, secara bersyarat tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, apabila rumusan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan tersebut menjadi dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.

“Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila pihak swasta mbalelo menghentikan operasi jaringan transmisi ini, sementara secara alamiah jaringan listrik bersifat monopoli? Maka Indonesia akan gelap-gulita. Seluruh mesin industri mati,” kata Mulyanto.

Mulyanto menyebut hal itu sebagai praktik unbundling listrik yang menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.

“Ini melanggar UU dan PKS menolak itu. Pemerintah harus meninjau ulang secara seksama rencana menyerahkan aspek transmisi listrik nasional ini kepada pihak swasta,” tambahnya.

Seperti diketahui, Pemerintah bermaksud menyerahkan pengelolaan jaringan transmisi listrik kepada badan usaha swasta dengan skema bangun, miliki, operasi dan transfer (BOOT).

Menurut Dirjen Ketenaglistrikan Kementerian ESDM, rencana ini akan tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 sebagaimana diberitakan media dan terungkap dalam Rapat Panja Listrik DPR RI. Hal ini disebabkan, karena dinilai PLN tidak memiliki cukup dana untuk investasi di bidang tersebut. Menurut Pemerintah, gap investasi yang membutuhkan modal swasta sebesar 12-18 triliun Rupiah.

Rencana pengembangan transmisi listrik ini akan dilaksanakan untuk tujuh interkoneksi antar pulau besar pada 18 ruas transmisi dari 500 KV sampai 200 KV. Termasuk dukungan terhadap transmisi prioritas.

red: farah abdillah

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button