OPINI

Tenaga Honorer Dihapus, Kesejahteraan Guru Makin Pupus

Inilah paradigma kapitalisme yang memandang segala sesuatu berdasarkan untung dan rugi, termasuk dalam hubungan antara penguasa dan rakyatnya. Rakyat dipandang menjadi beban bagi negara, jika masih didanai atau disubsidi oleh negara. Tidak heran, jika segala kebijakan negara disandarkan pada asas ini, termasuk dalam mekanisme penyediaan dan penyaluran aparatur sipil negara. Paradigma ini jelas sangat berbeda dengan paradigma Islam.

Paradigma Islam memandang, menjadi kewajiban penguasa menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Sebab penguasa adalah pengatur dan pemelihara urusan rakyat. Hal ini sebagaimana sabda Baginda Nabi Saw, “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hal rekrutmen aparatur sipil negara, sistem Islam tidak mengenal istilah tenaga honorer. Sebab, aparatur sipil negara akan direkrut sesuai dengan kebutuhan riil negara berdasarkan kebutuhan dengan jumlah yang mencukupi, guna menjalankan semua pekerjaan administratif dan pelayanan publik. Para ASN ini juga dipekerjakan dengan akad ijarah dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaannya.

Sejarah mencatat dengan tinta emas, pada masa Khalifah bin Abdul Aziz, gaji pegawai negara ini mencapai 300 dinar (1.275 gram emas). Jika nilai satu gram emas setara dengan Rp1 juta, maka gaji aparatur sipil negara di masa itu sama dengan Rp1,275 miliar. Nominal yang sangat fantastis!

Angka yang tidak hanya membuat tenaga honorer khususnya guru menjadi sejahtera, tetapi juga menjadi upaya preventif tindak korupsi di kalangan ASN. Gaji yang fantastis juga menjadi wujud nyata negara dalam memuliakan para ASN ini yang telah bekerja keras melayani rakyat.

Adapun pendanaan gaji ASN ini bersumber dari baitulmal dan bersifat mutlak. Artinya, baik ada maupun tidak ada dana di baitulmal, negara wajib mengadakannya. Sementara sumber-sumber pemasukan baitulmal diperoleh dari kepemilikan umum yang dikelola sesuai syariat, fai, jizyah, dan lain sebagainya yang telah ditentukan oleh syariat.

Karena bersifat mutlak, andai kas baitulmal kosong, negara boleh memberlakukan pajak yang bersifat sementara. Dengan catatan, negara telah melakukan segala upaya secara maksimal dan optimal untuk mengatasi kekosongan kas di baitulmal.

Di sisi lain, negara wajib terus membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya di segala bidang. Sehingga ASN bukan satu-satunya pekerjan yang menjadi obsesi banyak orang. Sebab, seolah menjadi opini publik dalam naungan kapitalisme ini, bahwa menjadi ASN menjadi jaminan untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan di hari tua. Padahal dalam naungan Islam, tanpa menjadi ASN pun, kehidupan layak nan sejahtera dapat dirasakan hingga hari tua sampai menutup mata.

Alhasil, hanya Islam yang diterapkan secara komprehensif yang mampu menuntaskan problematika tenaga honorer dan memberikan jaminan kesejahteraan kepada mereka. Sebaliknya, kapitalisme nyata terbukti gagal total menuntaskan persoalan mereka. Kesejahteraan tenaga honorer dalam naungan kapitalisme nyata hanya utopia belaka. Wallahu’alam bishshawab.

Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan dan Mantan Guru Honorer

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button