Tiga PR Besar Jokowi di Periode Kedua Versi PKS
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR, Mulyanto mengingatkan Presiden Jokowi, usai dilantik sebagai Presiden periode kedua sebaiknya lebih memperhatikan tiga PR besar yang belum selesai di periode sebelumnya.
Pertama, kata Mulyanto, soal pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi kita pada periode sebelumnya baru mencapai 5%, masih jauh dari target RPJMN yaitu 8%. Angka pertumbuhan itu terutama masih didorong oleh sektor pertanian dan jasa. Sementara sektor industri hanya tumbuh 4% dengan kontribusi terhadap PDB di bawah 20%,” tegas Mulyanto.
Kedua, soal gini rasio atau ketimpangan ekonomi di masyarakat. Meskipun nilai gini rasio tahun 2019 sesuai dengan target RPJMN 2014-2019 yaitu di bawah 0,4 tapi masyarakat masih dapat merasakan adanya ketimpangan yang luas.
“Kita jangan cepat puas dengan angka karena faktanya ketimpangan dapat dilihat secara kasat mata. Angka 0,4 itu kan hanya diukur pada aspek konsumsi tidak mencakup aspek pendapatan dan kekayaan,” ujar Mulyanto.
Menurut data Global Wealth Report 2018 Credit Suisse, kata Mulyanto, pada tahun 2018, 1% penduduk di Indonesia memiliki kekayaan sebesar 47% dari total kekayaan Indonesia. Sementara kekayaan 99% penduduk Indonesia hanya senilai 53% dari total kekayaan Indonesia.
“Kondisi ini sangat buruk dan benar-benar harus dapat diselesaikan,” kata doktor lulusan Jepang ini.
“Kita tetap harus waspada terhadap ketimpangan kekayaan, ketimpangan lahan, ketimpangan spasial Jawa-Luar Jawa, dan lain-lain,” tambahnya.
Dan PR ketiga yang perlu diperhatikan Jokowi menurut Mulyanto, soal pembangunan SDM dan Inovasi Teknologi. Mulyanto mengutip laporan GCI 2019 dari World Economic Forum, daya saing Indonesia melorot dari posisi 45 menjadi posisi 50. Sedangkan berdasarkan data Global Innovation Index WIPO tahun 2019, Indeks Inovasi kita hanya 29.72, jauh di bawah Thailand (38.63), Vietnam (38.84), bahkan Philipina (36.18).
“Pembangunan kita masih bertumpu pada sektor primer pertanian, yang mengandalkan keunggulan komparatif dan belum mengandalkan pada produk berkandungan teknologi, yang berbasis keunggulan kompetitif,” jelas Mulyanto.
Mulyanto mendorong agar ke depannya Pemerintah dapat memperkokoh Sistem Inovasi Nasional, suatu sistem yang dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi, yang berbasiskan SDM yang berkemampuan inovasi.
“Ini adalah jalan yang harus ditapaki Indonesia ke depan. Tidak ada pilihan lain, karena kejayaan sumber daya alam sudah lewat. Untuk beberapa komoditas kita sudah net importer. Mudah-mudahan kita tidak terkena “kutukan sumber daya alam”, terlena pada kekayaan alam kita yang ada, sehingga lupa membangun kemampuan SDM dan teknologi. Inilah Politik Inovasi”, pungkas Mulyanto.
red: farah abdillah