OPINI

Waspadai Ganjar Pranowo!

Angkanya juga jauh di atas Ganjar. Selisih lebih dari satu digit. Anies Baswedan 24,1 persen, sementara Ganjar hanya 9,6 persen.

Biasanya kepuasan atas kinerja, berbanding lurus dengan elektabilitas.

Tapi biarlah itu menjadi urusan lembaga survei. Sejauh ini toh publik sudah sama-sama maklum, lembaga survei banyak digunakan sebagai bagian dari strategi pemenangan.

Yang bisa kita simpulkan saat ini, Ganjar dan timnya, atau setidaknya sekelompok orang yang menjagokannya, sedang serius bekerja.

Mereka tampaknya sangat menyadari bencana pandemi Covid bisa berubah menjadi bencana politik. Tak ada salahnya bergerak cepat, tanpa harus menunggu Pilpres 2024. Jangan sampai terlambat.

Meniru track Jokowi

Bagaimana kira-kira skenario yang disiapkan untuk Ganjar?

Kalau kita amati cara mainnya tidak akan beda jauh dengan kemunculan Jokowi pada Pilpres 2014.

Tracknya akan sama, namun dengan berbagai modifikasi dan berbagai penyesuaian.

Saat itu sebagai Ketua Umum PDIP Megawati menginginkan kembali maju Pilpres. Namun Megawati dikepung dan dibombardir dengan hasil survei, opini pengamat, dan pemberitaan media.

Megawati difait-accomply bila PDIP ingin memenangkan pemilu sekaligus memenangkan pilpres, maka Jokowi lah yang harus dicalonkan. Bukan dia.

Megawati yang biasanya kukuh pada pendirian, berani menentang arus, akhirnya tunduk juga. Dia menyerahkan tiket ke Jokowi.

Capres yang diusung PDIP itu menang Pilpres 2014, tapi suara PDIP kendati menjadi partai pemenang, tidak melonjak seperti yang digembar-gemborkan pengamat dan lembaga survei.

Celakanya dalam perjalanan waktu, Jokowi juga tidak sepenuhnya berada dalam kendali PDIP. Ibarat kata dia yang menanam, orang lain yang panen raya.

Megawati terpaksa harus sering mengingatkan bahwa Jokowi adalah “petugas partai.”

Skenario serupa bisa kembali digunakan Ganjar. Sampai sejauh ini naga-naganya Megawati ingin mengajukan putrinya Puan Maharani. Dia disebut-sebut akan dipasangkan sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Keinginan yang sangat wajar bila Megawati tetap ingin mempertahankan trah Soekarno dalam tampuk kekuasaan nasional. Apalagi sebagai Ketua umum partai, dia sudah memegang tiket. Mosok harus diserahkan ke orang lain.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button